Wednesday, November 24, 2004

Jangan Biarkan Marah Menguasai Anda

BUNYI prang dan bruk hampir selalu terdengar dari rumah pasangan Bagus dan Ida. Setiap kali bertengkar, pasangan yang menikah pada 1998 ini selalu menimbulkan suara ingar-bingar. Bagus gemar melempar barang pecah belah, sedangkan Ida menghantamkan tinjunya ke pintu.

Suasana panas seperti itu terus berlangsung hingga dua tahun dan hampir saja berujung pada perceraian. Untunglah akhirnya pasangan ini mampu meredam luapan marah. ''Pertengkaran ternyata bisa juga menjadi jembatan untuk saling terbuka. Mula-mula memang menyakitkan, tetapi untunglah akhirnya kami bisa menahan diri. Masing-masing terus introspeksi dan menumbuhkan rasa percaya diri. Bila marah datang, kami memilih diam. Setelah emosi reda baru dibicarakan. Awalnya luar biasa sulit. Tetapi, akhirnya berhasil juga. Sekarang kami semakin jarang bertengkar. Jika ada perbedaan pendapat pun tidak seheboh dulu,'' papar Ida.


Masih soal marah, sebagai manusia artis Bella Saphira mengaku sering mengalami, terutama jika berhadapan dengan orang yang menuduhnya macam-macam. ''Biasanya ada saja orang yang bicara aneh-aneh tentang diriku. Kadang emosi juga mendengarnya. Tetapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Paling dipendam dalam hati. Sebab, kalau aku luapkan dan langsung marah-marah kepada orang itu, efeknya malah tidak baik bagi diriku sendiri. Jadi, lebih baik tahan perasaan sajalah. Tetapi, kalau sudah tidak tahan, ya, menangis saja. Kalau sudah menangis biasanya emosi langsung reda,'' tuturnya.

Perasaan marah menurut Bella terkadang juga muncul terhadap diri sendiri. ''Kalau sulit menghafal naskah aku sering marah dengan diriku sendiri,'' katanya. Jika hal itu terjadi, artis cantik ini mengaku mencari tempat yang tenang untuk lebih menenangkan diri dan berkonsentrasi.

Dihubungi terpisah artis Iyet Bustami mengatakan hal hampir senada. Emosinya sering terpancing saat menghadapi orang yang mencurigainya macam-macam. Untuk meredam emosi, Iyet biasanya mengambil wudhu dan salat. ''Kalau sudah mengadu kepada Allah biasanya bisa tenang kembali,'' katanya.

Emosi yang wajar

Perasaan marah memang bisa terjadi pada siapa saja. Ekspresinya tidak selalu harus meletup-letup dan tidak juga harus ditujukan pada orang lain. Dalam film Anger Management yang dibintangi Jack Nicholson dan Adam Sandler, terpapar bahwa marah pun bisa terjadi pada diri sendiri karena ketidakmampuan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi.

Apa pun bentuknya, kemarahan yang tidak tertata akan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Psikolog Irene Grace Siana dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan, marah sebenarnya adalah bentuk emosi yang wajar. Namun, bila perasaan itu tidak terkendali apalagi tersalur dalam bentuk kekerasan, maka keberadaan marah berubah menjadi negatif.

''Jika orang tidak pernah marah justru tidak wajar. Tetapi, kalau marahnya dibarengi dengan upaya menghancurkan barang-barang, membenturkan bagian tubuh ke tembok atau sampai menyiksa orang lain, jelas menjadi gangguan tersendiri,'' papar Irene.

Untuk menyalurkan marah dengan benar menurut Irene dibutuhkan latihan. Lulusan Universitas Indonesia ini berpendapat, cara seseorang menyalurkan dan mengerem marah sangat dipengaruhi pengenalan emosi sejak dini oleh orang tua masing-masing. ''Ini sangat tergantung pada teladan orang tua. Selain itu, jika anak membuat kesalahan sebaiknya jangan dimarahi habis-habisan. Tanyakan saja alasannya dan beri tahu apa yang harus dia pertanggungjawabkan. Dengan cara itu anak akan mengenali emosi marah dan cara menanggulanginya.''

Secara umum, Irene menyarankan agar seseorang yang sedang mengalami ledakan emosi marah sebaiknya mengarahkan energi emosionalnya ke tindakan lain. Misalnya berusaha diam sejenak, mengambil napas dan menenangkan diri. Jika masih ingin marah, dapat berolahraga atau jalan-jalan terlebih dahulu. Setelah kemarahan dapat diredam, mulailah memikirkan apa inti kemarahan yang ia alami dan mencari solusinya. Caranya, dengan mengajak bicara orang yang ingin ia marahi lalu mengeluarkan keluh kesah tanpa ada perasaan emosi. ''Jika kondisi hati dan perasaan tenang, akan lebih banyak toleransi yang kita berikan,'' tutur Irene.


Tetap rasional

Berkaitan dengan cara mengontrol marah, sekretaris umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mengatakan bahwa marah merupakan letupan emosi yang harus dihindari karena akan memicu tindakan kekerasan terhadap orang lain. Untuk menghindarinya, perlu ada pengendalian dalam diri sendiri.

Meski butuh pengendalian, bukan berarti marah selalu identik dengan perbuatan negatif. Adakalanya marah dapat dibenarkan jika seseorang menghadapi ketidakadilan atau kemungkaran. Bisa juga rasa marah diolah menjadi unsur pendidikan. ''Yang pasti, marah dengan unsur kekerasan harus dihindari. Begitu juga dengan kecenderungan seseorang untuk menjadikan marah sebagai kebiasaan atau menjadi pemarah,'' ujarnya.

Lebih lanjut Din mengemukakan, anger management dapat dilakukan dengan berlindung kepada Allah dari dorongan nafsu yang merupakan manifestasi nafsu setan. Caranya, dengan mengidentifikasi objek kemarahan dan berupaya mengubahnya menjadi baik.

''Misalnya saja, ada orang yang mengesalkan karena berbuat tidak sesuai dengan keinginan kita. Bukan berarti orang itu langsung dimarahi dan dicaci maki. Perlu ditumbuhkan dalam hati kita bahwa mungkin orang itu tidak mengetahui atau belum paham mengapa ia melakukan itu.''

Din mengakui bahwa kemampuan mengatur nafsu marah tidaklah mudah. Tetapi, adanya niat untuk tidak marah sudah menunjukkan suatu kebaikan. Artinya, orang yang mampu mengerem marah memiliki akal sehat. ''Pengendalian diri yang mengedepankan kekuatan akal pikiran bisa membuat manusia lebih arif dan bijaksana dalam menghadapi luapan emosi. Dan yang terpenting harus tetap berpegang pada pikiran rasional,'' tandasnya. (VN/Eri/M-3)


---------------------------------------------
Minggu, 17 Agustus 2003
BERANDA-Media Indonesia