Thursday, January 13, 2005

Ghibah

Laporan : berbagai sumber

Jumat, 17 Desember 2004

Kerap diartikan sebagai bergunjing. Terminologi terkini, ghibah diartikan sebagai bergosip, yaitu membicarakan orang lain mengenai kekurangan-kekurangannya, dan ia tidak senang bila mengetahuinya.

Ghibah adalah penyakit hati yang memakan kebaikan, mendatangkan keburukan serta membuang waktu sia-sia. Penyakit ini meluas di masyarakat karena kurangnya pemahaman Agama, kehidupan yang semakin mudah dan banyaknya waktu luang.

Kadang orang tidak sadar kalau ia telah melakukan ghibah. Apalagi, jika awal ber-ghibah dimulai dengan ucapan, 'Hanya untuk kita' atau 'jangan ceritakan pada orang lain tentang ini ya' dan diakhiri dengan 'Yang saya katakan ini benar adanya!'

Rasulullah SAW melarang umatnya untuk ber-ghibah. Ketika ditanyakan kepada beliau, bagaimana jika yang dikatakan itu benar adanya pada orang yang digunjingkan, beliau menjawab:

"Jika yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut, maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yang engkau sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut, maka engkau telah melakukan dusta atasnya." (HR Muslim)

Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja, namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran bibir, dan sebagainya. Sebab intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain.

Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada Aisyah RA. Ketika wanita itu sudah pergi, Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek Rasulullah lantas bersabda: "Engkau telah melakukan ghibah!".

Semisal dengan ini adalah gerakan memperagakan orang lain seperti menirukan jalan seseorang, cara berbicaranya dan lain-lain. Bahkan yang demikian ini lebih parah daripada ghibah, karena disamping memberitahu kekurangan orang, juga mengandung tujuan mengejek atau meremehkan.

Tak kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan, karena tulisan adalah lisan ke dua. Media massa sudah tidak segan lagi membuka aib seseorang yang paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian sensor perasaan malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari.

Menurut ijma' ulama, ghibah termasuk dosa besar. Pada dasarnya yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan: kejahatan terhadap Allah SWT karena telah melakukan perbuatan yang jelas dilarang oleh-Nya dan kejahatan terhadap hak manusia.

Maka langkah pertama yang harus diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat. Syaratnya mencangkup tiga hal, yaitu meninggalkan perbuatan tersebut, menyesali perbuatan yang telah dilakukan, dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi.

Selanjutnya, harus diikuti langkat kedua untuk menebus kejahatannya atas hak manusia, yaitu dengan mendatangi orang yang digunjingnya kemudian meminta maaf atas perbuatannnya dan menunjukkan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicarakan mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahui, maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya untuk tidak mengulanginya.
----------------------
Sumber : Republika.co.id

0 Comments:

Post a Comment

<< Home