Misionaris AS Bawa 300 Anak Aceh
Jumat, 14 Januari 2005
Satu kelompok misionaris berbasis di Virginia, Amerika Serikat (AS), mengaku telah membawa 300 anak yatim-piatu Aceh, pekan ini. WorldHelp, kelompok misionaris itu, menjemput langsung anak-anak Aceh itu dari Banda Aceh terus dibawa ke Jakarta, dan ditempatkan di keluarga-keluarga Kristen.
Dalam laporan koran ternama AS, Washington Post, edisi 13 Januari 2004, WorldHelp menyatakan bencana besar di Acehlah yang membuat mereka membawa anak-anak itu. ''Di masa normal, Banda Aceh tertutup bagi orang asing dan juga penyebar agama.'' Demikian pernyataan WorldHelp di situs internetnya. Tapi, lanjut organisasi keagamaan ini, karena kondisi darurat tak terelakkan, ada gempa tektonik dan tsunami, para misionaris memiliki hak untuk masuk dan menyebarkan agama mereka. Menurut Washington Post, WorldHelp bekerja sama dengan kelompok Kristen di Indonesia yang ingin menanamkan prinsip-prinsip Kristiani secepat mungkin.
WorldHelp menyebut anak-anak yang dibawanya kehilangan orang tua dan keluarganya. Rata-rata mereka berusia 12 tahun ke bawah. ''Mereka trauma, yatim-piatu, tidak punya rumah, tak tahu mau pergi ke mana, dan tak memiliki sesuatu untuk dimakan,'' kata WorldHelp. Jika anak-anak itu tinggal bersama keluarga Kristen dan memeluk Kristen, kata WorldHelp, mereka bisa membawa ajaran itu ke Aceh. ''Kita ingin menjangkau Aceh lewat anak-anak itu,'' kata WorldHelp.
WorldHelp termasuk organisasi amal dan keagamaan yang terjun ke Serambi Mekkah begitu tsunami menerjang pada 26 Desember lalu. Berbeda dengan organisasi sosial-kemanusiaan lainnya yang membantu, WordlHelp, seperti dikatakan Washington Post, membawa misi untuk mengkristenkan anak-anak yang mereka bawa. Presiden WorldHelp, Pendeta Vernon Brewer, mengatakan organisasinya telah mengumpulkan 70 ribu dolar AS untuk Aceh. Targetnya, kata Vernon, sampai 350 ribu dolar AS. Pemerintah Indonesia, jelasnya, sudah memberikan izin WorldHelp untuk membawa anak-anak itu ke Jakarta. ''Pemerintah Indonesia juga sadar bahwa mereka akan kami Kristenkan,'' kata Vernon kepada Washington Post.
Juru bicara Departemen Luar Negeri RI, Marty Natalegawa, menyatakan tidak memiliki informasi soal itu. Jika memang benar, kata Marty, itu merupakan pelanggaran berat terhadap undang-undang. Apalagi, kata Marty, pemerintah sudah melarang pengambilan/adopsi anak-anak Aceh oleh kelompok manapun. Marty mengaku tidak percaya ada pejabat Indonesia yang telah menyetujui pengiriman anak-anak itu. Vernon, yang juga pembaptis, adalah orang pertama yang lulus sekolah baptis dari Universitas Liberty Jerry Falwell di Lynhburg pada 1971.
Ia sempat menjabat wakil presiden di Christian University sebelum mendirikan WorldHelp pada 1991. Kini, WorldHelp memiliki 100 tenaga kerja penuh waktu di AS dengan aktivitas misionaris di 50 negara di seluruh dunia. Partner lokal utama WorldHelp di Indonesia, kata Vernon, adalah Henry dan Roy Lanting. Keduanya menyelenggarakan sekolah bagi anak-anak yatim di dekat Jakarta. Roy juga lulusan Universitas Liberty. Di mata Arthur B Keys Jr, presiden International Relief and Development AS, kegiatan Worldhelp membawa keluar anak-anak Aceh sangat mengganggu. Bisa-bisa, kata Arthur, yang mendapat kerja untuk memperbaiki Aceh, organisasi-organisasi asing seperti dia, akan ditekan dan tidak boleh masuk Aceh.
WorldHelp bukan satu-satunya organisasi agama dari luar Indonesia yang masuk Aceh dan negara korban tsunami lainnya. Ada juga WorldVision, Catholic Relief Services and Church World Service, Advancing Native Missions (Charlottesville, AS), dan lainnya. Advancing Native Missions mengaku telah mengumpulkan dana 100 ribu dolar AS (Rp 900 miliar) untuk mendistribusikan makanan, minuman, dan alat-alat masak ke Aceh. Mereka juga memberikan Injil di tengah bantuan yang diberikan.
''Kita memberikan Injil karena korban bencana selalu mempertanyakan keberadaan Tuhan,'' kata Oliver Asher, juru bicara Advancing Native Missions. Bisa dibayangkan, sambungnya, ada gelompang setinggi 15 meter dan banyak korban jatuh, tentu mereka bertanya-tanya soal Tuhan. Operation Mobilization, organisasi keagamaan berbasis di Tyrone, AS, juga telah mengumpulkan 60 ribu dolar AS. Douglas R Barclay, wakil presiden organisasi itu, mengatakan pihaknya mendukung kegiatan 3.700 misionaris di 110 negara.
Satu lagi, Samaritan's Purse of Boone, kelompok Evangelis terkenal di AS, mengatakan pihaknya sudah masuk ke Aceh. Pendeta Franklin Graham mengatakan Aceh memang terlalu sensitif, tetapi mereka sudah melakukan upaya-upaya besar di sana. Samaritan juga menyebarkan Kristen di Irak begitu AS menjajah negeri itu.
( erd/washingtonpost )
-------------
Sumber : Republika.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home