Wednesday, June 04, 2008

Itsar dalam Keluarga

Penulis : Syam MQP


KotaSantri.com : Kebahagiaan merupakan
dambaan setiap keluarga. Ia adalah syurga dunia bagi siapa pun yang
berhasil mendapatkannya. Karenanya, setiap pasangan suami istri
berusaha mendapatkannya dengan berbagai hal.


Banyak anggapan, kebahagiaan berumah tangga itu datang dari
bertumpuknya harta, tingginya jabatan, dan mewahnya kendaraan. Karena
itu, banyak yang merelakan diri berpayah-payah mendapatkan semuanya.
Tak hanya suami, tapi juga istri. Mereka berjuang siang malam
memimpikan harapannya segera terwujud.



Anggapan ini kurang tepat. Nilainya hanya setitik kecil di antara
besarnya akumulasi kebahagiaan. Buktinya, tak jarang suami istri yang
sama-sama berkarier mendapatkan semua itu, rumah tangganya kandas di
tengah jalan. Kebahagiaan yang dicari pun hanya menjadi angan-angan
yang tak pernah datang.



Lantas, jalan mana yang sesungguhnya mampu mendatangkan kebahagiaan
yang merupakan dambaan setiap pasangan suami istri? Untuk menjawab pertanyaan itu,
mari kita mencerna gambaran Dr. Aisyah Abdurrahman tentang kehidupan
keluarga Rasulullah SAW, "Rumah beliau indah, meski sangat sederhana. Ia lebih mengutamakan hidup dalam rumahnya sebagai orang zuhud. Beliau
tidak pernah memaksakan sesuatu apa pun terhadap istri-istrinya. Ia
selalu isi kehidupan rumah tangganya dengan kehangatan dan kebersamaan
yang menyenangkan."




Dalam bahasa lain, Abbas Mahmud Al-Aqqad menggambarkan bahwa Rasulullah
SAW tidak menjadikan wibawa kenabian sebagai penghalang antara beliau
dan para istrinya. Malah, kadang-kadang beliau terlalu bersikap lunak
terhadap para istrinya, tegur sapanya manis, dan selalu mengalah.



Gambaran-gambaran tentang rumah tangga Rasulullah SAW tersebut
menjelaskan bahwa keluarga beliau tidak pernah mencari kebahagiaan
melalui pintu-pintu duniawi. Mereka mencari kebahagiaan dari
pintu-pintu akhlak mulia.



Artinya, baik Rasulullah SAW maupun istri-istrinya menempatkan akhlak
sebagai jalan utama tercapainya kebahagiaan mereka. Tak heran jika
kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Baiti Jannati (Rumahku Syurgaku)."



Ilustrasi kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW tentu menyadarkan kita,
bahwa lewat pintu akhlaklah kebahagiaan hakiki dalam rumah tangga akan
tercapai. Dan salah satu akhlak yang dapat kita tumbuhkan dalam
keluarga guna mencapai kebahagiaan adalah Itsar, mendahulukan
kepentingan orang lain.



Sebagai contoh, seorang suami dapat menunda keinginannya untuk dilayani
istrinya, karena sang istri lebih membutuhkan pelayanannya. Ia rela
lebih dahulu melayani kepentingan istrinya membantu mengatur
urusan-urusan rumah tangga, meskipun dalam keadaan lelah sepulang
mencari nafkah.



Ia pun rela berpakaian seadanya, karena ia terlebih dahulu
memprioritaskan pakaian istrinya. Ketika berhadapan dengan makanan, ia
ingat bahwa istrinya lebih membutuhkan makanan tersebut.



Di saat yang sama, sang istri berpikiran sama. Ia memandang bahwa suami merasakan kelelahan yang amat sangat,
karenanya ia rela berpayah-payah melayani suami meskipun ia juga
merasakan kelelahan luar biasa karena urusan-urusan rumah tangga. Ia
tak rela ladang ibadahnya diambil suami, meskipun hanya setitik.



Karena itu, ia tidak memperlihatkan kelelahan sedikit pun di hadapan
suami. Ia betul-betul ikhlas melayani segala keperluan suami, tanpa
keluh kesah. Dr. Yusuf Qaradhawi memandang, akhlak seperti ini jauh
lebih tinggi derajatnya dibanding rasa cinta.



Bagaimana tidak, dengan itsar, seseorang mampu mendahulukan kepentingan
siapa pun atas dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai. Ia rela
merasakan lapar demi mengenyangkan orang lain, ia rela haus untuk
menyegarkan orang lain, dan berjaga demi menidurkan orang lain, ia
bersungguh-sungguh untuk mengistirahatkan orang lain.



Tentu akhlak ini tidak dengan mudah tumbuh dalam keluarga. Ia
memerlukan kesadaran, sesungguhnya hubungan kita dengan orang lain,
termasuk istri atau suami kita, adalah hubungan ruhiyah yang
menempatkan ketakwaan sebagai derajat yang paling tinggi. Bukan
hubungan struktural, yang menempatkan derajat-derajat di luar ketakwaan
sebagai ukuran. Wallahu a'lam. [RoL]


Sumber : KotasantriOnline

0 Comments:

Post a Comment

<< Home