Thursday, December 23, 2004

Hargailah Hal yang Tampak Sepele

Jumat, 27 Desember 2002

Tampaknya, kita memang harus mulai menghargai hal-hal yang terlihat kecil. Sebab, dari hal-hal yang tampak kecil atau sepele itulah kita lebih siap menghadapi hal-hal yang besar.

Ny Yoyoh (40) seorang janda beranak dua tengah hamil 8 bulan. Dalam perjalanan menuju sebuah yayasan di kota Bandung dompetnya dicopet orang. Hal itu tak disadarinya sampai ia turun dari angkot (angkutan kota) di tempat tujuannya. Diduga, tatkala ia berada di angkot yang ditumpangi itulah pencopet melakukan aksi dengan menggerayangi isi tasnya.

Akibatnya, ketika turun, jelas ia tak bisa membayar ongkos angkot. Supir angkot kemudian memaki-makinya. Bahkan sang supir menuduhnya macam-macam. Menghadapi makian seperti itu Ny Yoyoh hanya bisa menerimanya dengan lapang dada karena sadar ia memang bersalah (karena tak bisa membayar ongkos angkot), tetapi juga tak bisa berbuat apa-apa.

Sesampai di tempat tujuannya yaitu sebuah yayasan penitipan anak, hanya kedua anaknya, Nona dan Pingki, yang diterima oleh pihak yayasan. Sementara itu, anak yang masih dikandungnya itu tak bisa turut "dititipkan". Yoyoh hanyalah seorang tukang cuci panggilan.

Sebagian besar langganannya tentu saja ibu-ibu di sekitar rumahnya. Hasil memeras keringatnya itu dibayarkan Rp 35 ribu perbulan untuk kontrakan. Sisanya untuk menghidupi diri dan kedua anaknya. Tentu saja uang usahanya itu kelak semakin kecil nilainya apabila jabang bayi yang dikandungnya telah lahir.

Oleh karena itu, di tengah kebingungannya menempuh hidup sebagai janda yang berpenghasilan pas-pasan, ia berniat memberikan jabang bayi yang dikandungnya kepada orang yang memang mau merawatnya. Dengan begitu, selain si jabang bayi hidupnya terselamatkan, Yoyoh juga bisa bekerja

secara lebih layak dan hidup dengan tenang.
"Saya juga memaksakan diri datang ke Bandung karena kandungan saya sudah tua. Sebentar lagi akan melahirkan. Saya bingung memikirkan biayanya, entah dari mana. Belum lagi buat makan anak-anak," keluhnya sambil berlinang air mata.

Mungkin Ny Yoyoh hanyalah satu dari sekian banyak warga negara di Tanah Air tercinta ini yang mengalami kesulitan menghadapi hajat hidup. Di belakangnya, entah berapa banyak warga negara kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Namun, Yoyoh satu dari sekian puluh juta rakyat negeri ini yang tak menyerah begitu saja mengarungi kesulitan hidup. Dengan usaha seadanya, bahkan ketika terjepit sekalipun ia enggan meminta-minta.

Berita tentang Yoyoh ini sempat dimuat di harian umum Pikiran Rakyat Bandung (16/12). Meski terkesan hanya berupa reportase biasa layaknya pemberitaan kuli tinta yang lain, oyoh sebenarnya bisa disebut sebagai orang yang pantang menyerah.

Mungkin di benak kita langkah-langkah yang diambil olehnya, dengan menitipkan anak-anaknya ke sebuah yayasan itu, terlalu tergesa-gesa. Tetapi apabila kita mengalami hal yang mirip dengan apa yang dialaminya, bisa jadi kita pun akan bertindak sama pula.

Namun, yang menarik, di samping kesulitan hidup yang menerpa Yoyoh, pemberitaan itu mengangkat pula kasus pencopetan yang terjadi di angkot-angkot kota Bandung.

Beberapa waktu lalu, di beberapa surat pembaca yang muncul di harian lokal Bandung, terdapat pemberitahuan dari orang-orang yang mengalami pencopetan di angkot kota Bandung. Katanya, pelakunya berjumlah enam orang dengan modus operandi satu orang menampakkan gejala seperti ingin muntah. Kabarnya, fokus sasaran mereka adalah para pemilik handphone (HP).

Beberapa kejadian, sebagaimana ditulis dalam surat pembaca, para pencopet berhasil melakukan aksinya. Tapi ada juga yang gagal karena sejak awal 'calon korban' sangat waspada sebagaimana diwanti-wanti penulis dalam surat pembaca.

Itu yang terjadi di angkot. Belum yang di jalan-jalan dengan modus operandi yang berbeda-beda. Ada yang konon dengan hipnotis. Juga ada dengan cara menjatuhkan sesuatu di depan kita untuk mengalihkan perhatian sehingga dalam sekejap tanpa sadar HP kita yang didalam saku celana telah berpindah tangan. Ada juga yang terkesan biasa. Pura-pura menepuk pundak kita sementara HP yang ada di kantong atas sudah tak ada di tempatnya lagi.

Lalu, bagaimana reaksi petugas keamanan ketika mendapatkan laporan pencopetan semacam ini? Sudah bukan rahasia umum lagi.
Contoh kasus di atas memang terasa kecil. Siapapun bisa mengalaminya kapan dan di mana saja.

Akan tetapi, bagaimana bila itu terjadi dalam jumlah yang besar? Seperti yang dilakukan para koruptor, yang ketika kita merasa kecolongan baru kita sadar. Bagaimana pula kalau itu terjadi pada hal-hal yang terlihat sepele dan kecil di mata kita? Seperti Sipadan-Ligitan.

Tampaknya, kita memang harus mulai menghargai hal-hal yang terlihat kecil. Sebab, dari hal-hal yang tampak kecil atau sepele itulah kita lebih siap menghadapi hal-hal yang besar.n mns/mqp
-----------------
Sumber : Republika.co.id

0 Comments:

Post a Comment

<< Home