Kurikulum Korupsi
Oleh : Zaim Uchrowi
Jumat, 24 Desember 2004
Dari mana korupsi bermula? "Dari sekolah," kata Pak Suwarno, kawan separtai Menteri Pendidikan Pak Bambang Sudibyo menjelang pemilu lalu. Sistem penilaian di sekolah, lanjutnya, mendorong banyak siswa untuk 'menyontek'. Keberhasilan siswa dinilai dengan satu ukuran tunggal: berapa angka resmi yang diperoleh dalam rapor? Hasil akhir dengan ukuran tunggal itulah yang berharga. Bukan prosesnya. Cara pandang demikian dipupuk sejak kanak-kanak. Apa yang membuat kita semua setelah dewasa tak bermental korup?
Maka, Pak Suwarno ingin partainya, Partai Amanat Nasional (PAN) menang. Kalau menang, menurutnya, partainya akan membenahi pendidikan. Bila perlu dengan melakukan pembalikan pendekatan secara mendasar. Lewat pendidikan, siswa akan dididik lebih menghargai proses. Budaya korup akan dapat terpangkas. Sebuah gagasan yang perlu kita semua mendukungnya. Ternyata PAN tidak menang. Meskipun demikian, partai ini dapat menempatkan kadernya, Pak Bambang Sudibyo, di kursi Menteri Pendidikan Nasional. Dengan latar itu, mungkin, Pak Menteri ini mampu melihat keterkaitan korupsi dengan pendidikan. Ia percaya bahwa korupsi tak cukup dengan ditindak. Lebih penting dari itu adalah ditangkal. Sedangkan penangkalan paling efektif adalah yang dilakukan sejak dini. Dari sekolah. Maka, Mendiknas kita inipun mengumumkan akan membuat kurikulum mengenai korupsi.
Kurikulum adalah aspek yang sangat penting dalam pendidikan. Kurikulum memberikan panduan sejauh apa pencapaian pengetahuan para siswa usai mengikuti proses belajar. Ukurannya adalah hasil evaluasi belajar seperti yang selama ini dilakukan. Selain itu, kurikulum juga memuat tahapan materi pengajaran. Dengan itu, pengajar akan mempunyai acuan standar, apa yang hendak diajarkan pada para siswanya setiap tahap.
Kini negara hendak mengembangkan kurikulum antikorupsi. Tentu kurikulum itu tidak dimaksudkan untuk menjadi satu pelajaran khusus. Jika antikorupsi menjadi satu mata pelajaran tersendiri, duhh ... betapa tambah berat lagi tas sekolah yang harus dipanggul para siswa. Pelajaran antikorupsi itu tentu dapat diselipkan pada sejumlah pelajaran. Misalnya pelajaran agama, PPKN, bahkan juga bahasa. Persoalannya adalah seberapa efektif suatu kurikulum untuk membangun sikap manusia, dalam hal ini adalah siswa. Kurikulum adalah dunia kognitif, sedangkan sikap adalah dunia afektif. Tingkat pengetahuan seseorang tidak menjamin perilakunya. Dalam penegakan hukum, misalnya. Para pelaku penegakan hukum seperti polisi, jaksa, hakim, juga pengacara mempunyai pengetahuan yang sangat tinggi tentang dunia. Namun, banyak di antara mereka yang justru menyalahgunakannya. Persoalan korupsi jelas merupakan persoalan perilaku, dan bukan persoalan pengetahuan.
Pengembangan perilaku lebih memerlukan proses pendidikan dibanding pengetahuan. Jika hal terpenting dalam transfer pengetahuan adalah kurikulum, maka terpenting dalam pengembangan sikap adalah role model. Keteladanan. Dalam hal ini adalah keteladanan para pendidik untuk menjaga integritasnya. Kemampuan pendidik buat proses pengajaran yang menggugah, juga kemampuan memotivasi dan mengembangkan kapasitas spesifik setiap siswa merupakan hal mendasar lainnya. Dalam kedua hal tersebut, para pendidik umumnya masih sangat lemah.
Saya dapat memahami keadaan itu. Otoritas pendidikan kita dari bawah hingga atas, dari swasta hingga pemerintah, masih didominasi paradigma kognitif. Maka, titik beratnya adalah kurikulum. Pengajaran hanyalah medium penyampai kurikulum. Sedangkan di negara maju seperti Australia, paradigma pendidikan adalah keseimbangan kognitif-afektif. Bila aspek afektif dianggap penting, maka titik beratnya adalah terwujudnya proses pengajaran yang optimal. Kurikulum adalah aspek pendukung terwujudnya proses pengajaran tersebut. Kurikulum tentu penting. Lebih penting lagi adalah optimalisasi proses pengajaran. Tanpa itu, persoalan pendidikan kita akan terus melingkar-lingkar seperti selama ini. Korupsi juga akan terus terjaga kesuburannya.
-------------------
Sumber : Republika.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home