Mulai dari yang Kecil
Untuk memulai perubahan, mulailah dari hal yang kecil. Tentu saja yang memulainya adalah diri kita sendiri. Kalau kita ingin mengubah orang lain, ubah dulu diri sendiri. Begitu logikanya.Dari mana memulainya? Jelas, mulai yang dekat dengan kita dan mulai dari hal yang tampak sepele.
Ketika kita ingin terlihat rapih atau tertib di hadapan orang lain, maka cobalah untuk merapihkan dan menertibkan diri sendiri. Ambil contoh mulai dari cara kita berpakaian, menertibkan hal-hal yang tak pantas melekat dalam diri kita, semacam kebiasaan berpakaian sembarangan dan yang berhubungan dengan itu.
Atau kalau kita ingin terlihat menjaga kebersihan. Jadikan kebiasaan ini sebagai bagian dari diri kita. Dan tentu saja, mulai dari yang kecil-kecil dulu, seperti, kebiasaan membersihkan atau merapihkan ruang tidur sendiri. Kebiasaan membereskan barang-barang sendiri, dan yang jelas-jelas berhubungan dengan kerja membersihkan.
Adalah benar bahwa "kebersihan itu sebagian dari iman". Tandanya, orang akan terlihat menghargai kita dengan melihat kebersihan yang ada pada diri kita. Bahkan, bisa jadi mereka segan karena jelas-jelas kita konsisten menjaga kebersihan, baik itu kebersihan diri sendiri, maupun kebersihan lingkungan yang dekat dengan kita. mns/mqp
Kepemimpinan Hati
Pemimpin tubuh ini adalah hati. Sementara itu indera-indera yang melekat di badan ialah bala tentaranya. Begitu yang dapat kita tarik dari sebuah Hadis Nabi SAW.Kesimpulannya, siapa yang berhasil menata hatinya maka ia bisa memimpin tubuhnya sendiri. Orang yang semacam ini jelas tak terlahir begitu saja. Dalam kesehariannya, ia terus mengalami pergulatan nurani yang jika ia menguasainya, berarti ia memang layak disebut sebagai seorang pemimpin sejati.
Dari mana awal predikat 'pemimpin sejati' ini muncul? Kita bisa bilang predikat itu muncul karena pengakuan dari orang lain. Padahal, tidak cuma dari orang lain. Justru dari dalam diri itulah 'pemimpin sejati' itu muncul. Karena, ia telah berupaya mendorong dirinya konsisten memahami gerak-gerik hati, lalu menguasai atau memimpinnya.
Sementara predikat dari luar itu, tak terlalu diperhatikannya.
Mereka yang memimpin hatinya tak lain dari orang-orang yang memiliki fokus (perbaikan) diri yang kuat. Fokus diri (baca: jihadun nafs) itulah yang membuat mereka terus berproses memperbaiki diri terus menerus.Imbas dari perilaku ini adalah orang di sekitar kita pun akan tertantang memperbaiki dirinya apabila melihat kita berhasil dalam mengasah diri.
n mns/mqp
------------
Sumber : Republika.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home