Tuesday, October 18, 2005

Momentum Ramadhan: Memaafkan dan Berlapang Dada

Oleh : Vita Sarasi


“Saya mohon maaf jika ada lisan yang tak terjaga, janji yang terabaikan, hati yang berprasangka dan sikap yang menyakitkan. Selamat menunaikan ibadah shiyam. Semoga kita menjadi muslim yang lebih baik setelah Ramadhan ini. Amiin.”
Begitulah bunyi salah satu pesan yang tertera di telepon genggam saya. Pesan-pesan lainnya yang senada juga muncul secara bertubi-tubi melalui Yahoo Messanger dan kotak email. Ini baru bulan Ramadhan. Apalagi nanti kalau Idul Fitri, pesan-pesan yang terkirim lebih membludak lagi. Masya Allah.

Sebenarnya, apakah memang kita diwajibkan untuk minta maaf sebelum memasuki Ramadhan? Dan nanti pada saat merayakan Idul Fitri, apakah kita perlu meminta maaf lagi? Bagi sebagian orang, budaya minta maaf ini bahkan menjadi lahan bisnis yang cukup menjanjikan, berupa kartu lebaran, SMS lebaran, dan parsel.

Seorang muslim di Jerman yang cukup kritis segera menanyakan hal itu pada seorang Ustadz, dan beliau menjawab dengan bijaknya.....

“Betapa banyaknya waktu, biaya, dan tenaga yang kita butuhkan, jika kita diwajibkan untuk meminta maaf pada semua orang yang kita kenal sebelum memasuki Ramadhan. Apalagi kalau nanti diulangi waktu Idul Fitri. Bayangkan, jika kita punya 1.000 saudara dan teman, apa kita harus mengirim SMS, menemui atau menelpon mereka semua. Lalu bagaimana jika ada yang tidak mau memaafkan? Akan sia-sialah usaha kita itu ...”

Bukankah Allah SWT telah memerintahkan setiap orang untuk bersabar dan memberi maaf, sebagaimana firman-Nya dalam QS Asy Syuura 42:43. ”Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan“.

Hal itu makin diperkuat dengan firman-Nya yang lain dalam QS An Nuur 24:22. “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Ayat ini turun berkenaan dengan sumpah Abu Bakar ra. yang merasa sakit hati pada para penyebar fitnah terhadap ‘Aisyah ra., isteri Rasulullah saw yang tertinggal dari rombongan dalam suatu perang. Salah satu di antara orang-orang tersebut adalah Misthah, seorang kerabat fakir, yang diancam oleh Abu Bakar ra. untuk tidak lagi disantuni. Allah SWT melarang beliau melaksanakan sumpah tersebut, dan justru menyuruh memaafkan dan berlapang dada pada mereka, sesudah mereka mendapat hukuman atas kesalahan mereka. Setelah itu, Abu Bakar ra. berkata, ”Demi Allah, sesungguhnya aku mengharap ampunan dari Allah”.

Jadi, jika kita dalam posisi melakukan kesalahan baik kepada Allah maupun terhadap sesama manusia, Allah SWT memerintahkan kita untuk beristighfar dan mengharap ampunan-Nya. Jika kita dalam posisi merasa dizalimi seorang mukmin, maka kita diperintahkan-Nya untuk memberi maaf dan berlapang dada kepada orang tersebut (walya’fuu walyashfahuu -- hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada).

Itu pulalah yang bisa kita teladani dari Nabi Ya’qub as. dan Nabi Yusuf as. Kedua nabi yang merupakan bapak dan anak itu terpisah akibat perbuatan zalim saudara-saudara yang dengki kepada Nabi Yusuf as. Ketika akhirnya mereka mengakui perbuatan dosa mereka kepada Nabi Yusuf as., beliau justru berkata, “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS Yusuf 12:92). Begitu pula, ketika mereka memohon ampunan kepada ayahnya, Nabi Ya’qub as. malah berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Yusuf 12:98).

***

Subhanallah. Begitu indahnya Islam. Lebih indah lagi jika kita juga memintakan ampunan untuk sesama mukmin, baik yang kita kenal atau tidak, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Muhammad 47: 19: “... mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan...”. Memberi maaf dan berlapang dada adalah cerminan ketakwaan kita dalam menghadapi ujian dari-Nya. Jadi, “saling memaafkan“ itu lebih tepat dimaknai sebagai ”saling memberi maaf“ daripada ”saling minta maaf“.

Meminta maaf atau memohon ampunan hanya wajib ditujukan kepada Allah SWT, yaitu dengan istighfar. Mengapa demikian? Karena Dia sajalah Yang paling berhak menetapkan atau (justru) menggugurkan dosa atau pahala sesuai dengan kehendak-Nya.

Saya jadi ingat kisah tentang seorang lelaki Anshar, tamu dari Anas bin Malik ra. Ia adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa, bukan sahabat Nabi, bukan pula seorang tokoh Arab Quraisy, tapi Rasulullah saw menyebutnya “calon penghuni surga”, suatu julukan yang istimewa. Sewaktu diselidiki, seakan tidak ada amalan yang melebihi Anas bin Malik ra., baik pada shalat fardlu dan qiyamul lail-nya, atau perkataannya yang jujur. Kemudian ia berkata, “Aku tidak memiliki keistimewaan apapun, kecuali bahwa aku tidak pernah menyimpan hasrat dalam hati untuk menipu sesama manusia dan menaruh rasa dengki kepada seseorang lantaran kebaikan yang telah diberikan Allah kepadanya.” Sikap inilah yang telah mengangkat derajatnya menjadi penghuni surga sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.

***

Mari kita bayangkan. Jika diri kita sadar bahwa perbuatan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) diancam Allah SWT dengan azab yang jauh lebih keras di akhirat kelak daripada hukuman penjara di dunia, maka kita akan bersegera melakukan istighfar dan taubat. Kemudian jika kita selalu ikhlas memberi maaf dan berlapang dada kepada sesama manusia, maka Insya Allah kita akan hidup aman, damai, dan sejahtera. Semua itu dapat kita lakukan setiap saat, tidak perlu menanti hingga momentum Ramadhan atau Idul Fitri. Insya Allah dengan demikian, krisis multi dimensi yang melanda hingga saat ini akan lebih cepat teratasi. Amiin. Wallahu`alam bishshowab.

Frankfurt am Main, 9 Oktober 2005


------------------
Sumber : www.eramuslim.com