Thursday, October 01, 2009

Derma Jangan Menistakan

Di jelang wafatnya Rasulullah SAW sering berkunjung ke pasar Madinah membawa sekantung makanan. Be liau mendatangi seorang Yahudi tua yang kerjanya meminta-minta. Pengemis itu buta kedua matanya, gigi-giginya sudah tanggal, dan punya cara yang aneh untuk menarik perhatian orang. Ia gemar menyiar-nyiarkan fitnah kepada Rasulullah sehingga ketika ada orang mendekat ia bisa meminta sesuatu padanya.

Kalau di masa sekarang, Yahudi pengemis itu mungkin sudah masuk bui karena menghina Kepala Negara. Tapi alih-alih menjatuhkan hukuman, Rasulullah dengan setia mendatangi pengemis itu untuk menyuapinya makanan setelah lebih dahulu melunakkan makanan itu karena si pengemis sudah tidak punya gigi.

Sampai Rasulullah wafat, Yahudi pengemis itu tidak tahu kalau orang yang selalu me n yu a pi -nya makanan adalah Amirul Mukminin adanya. Islam, sebagaimana dipraktikkan Rasulullah, adalah agama kasih sayang. Derma ke pada kaum dhuafa seperti Yahudi buta di pojok pasar Madinah adalah suatu kewajiban.

Dalam sebuah hadits qudsi dikisahkan, di akhirat kelak Allah akan menggugat kasih sayang hamba-hamba-Nya atas sesamanya kaum papa semasa hidupnya: Wahai fulan, Aku sakit tapi kamu tidak datang membezuk, Aku lapar tapi kamu tidak memberi-Ku makan. Ya Allah, bagaimana mungkin aku me menuhi permintaanMu itu? hamba yang mengabaikan derma mengelak. Engkau tidak membezuk saudaramu yang sakit dan engkau tidak memberi makan saudaramu yang lapar, bu -kankah dengan demikian engkau telah menelantarkan Aku?

Naudzubillahi mindzalik. Akan sia-sia semua ibadah yang kita tegakkan, akan hangus semua pahala atas kebajikan yang kita lakukan jika di akhirat kelak pasal menelantarkan kaum dhuafa itu dibacakan sebagai dakwaan. Maka kita patut berbahagia ketika survai PIRAC tahun 1997 menyebutkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang gemar berderma. 90 persen lebih warga negara memberikan sumbangan.

Fenomena ini juga terbaca pada gegap gempita aktivitas derma dan kerelawanan ketika terjadi bencana alam. Bencana hebat gelombang Tsunami Aceh, Desember 2004, yang tercatat sebagai bencana alam dengan korban jiwa dan kerusakan terbesar sekaligus memperlihatkan antusiasme bangsa ini dalam berderma. Semua elemen bangsa tuplek blek ke Aceh, berduyun duyun mengulurkan tangan.

Tradisi menjamurnya posko bantuan dengan berbagai bendera masing-masing di lokasi bencana alam juga menunjukkan sisi mulia warga bangsa. Dalam tempo singkat, sebuah stasiun televisi yang gencar menayangkan gambar-gambar buram korban bencana gempa bumi yang melanda Jawa Barat bagian selatan baru-baru ini berhasil menghimpun donasi Rp 8 miliar lebih.

Sayangnya, kita juga dikenal sebagai bangsa yang tidak pandai dalam mengelola kepedulian sosial tersebut. Semangat yang masif tidak diiringi tata kelola yang baik, terutama dalam penyalurannya, sehingga sering menimbulkan ekses yang tidak mengenakkan, bahkan mencelakakan. Kisruh dana rehabilitasi-rekonstruksi pascagempa Yogyakarta (2006) adalah salah satu contoh.

Contoh terkini adalah kericuhan yang terjadi saat warga miskin Jakarta bererebut bingkisan Lebaran di Balai Kota, senin (21/9) yang mengakibatkan 12 orang pingsan, puluhan lukaluka termasuk balita, dan dua orang mengalami patah tulang selangka. Maksud baik Pemda DKI untuk bersilaturahim dam membagikan bingkisan natura dan uang tunai kepada warganya yang miskin malah berbuah celaka.

Tak urung, Gubernur DKI Fauzi Bowo menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan jera atas kejadian itu."Walaupun waktunya masih cukup lama, kegiatan ini tidak akan diselenggarakan lagi. Kegiatan serupa formatnya akan dilakukan dengan penyaluran langsung kepada masyarakat miskin yang sudah terdaftar dalam data Keluarga Miskin (data Gakin) DKI Jakarta," ujar Gubernur DKI, saat membezuk korban di di RSUD Tarakan, Jakarta Pusat, Selasa (22/9).

Hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali, tambah Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo. Ah, Foke mungkin lupa bahwa kejadian yang sama dengan korban yang lebih besar dan berujung pada tindakan hukum belum lama terjadi di Pasuruan, Jawa Timur. Pembagian zakat yang dilakukan keluarga H. Syaikon 15 Sep tember tahun lalu menyebabkan 23 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat berdesakdesak berebut pembagian zakat. Panitia pun terjerat pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang meninggal atau terluka. Motivator MarioTeguh, mengecam cara-cara tidak cerdas dalam berderma seperti itu sebagai tindakan menghina orang miskin . Ya, itu menghina orang miskin dan tidak boleh dila kukan lagi, kata dia di sebuah stasiun TV, Selasa (24/9).

Dalam menyantuni kaum dhuafa, supaya tidak timbul ekses negatif mestinya memang ti dak dilakukan dengan cara mengumpulkan massa pada suatu tempat di waktu yang sama. Selain rawan menimbulkan kecelakaan, Islam me larang dengan tegas bersedekah dengan cara-cara yang menistakan. Contoh berderma seperti yang dilakukan Rasulullah kepada Yahudi pe ngemis di pojok pasar Madinah adalah sebuah contoh yang terang benderang bagaimana seseorang, terutama pemimpin, harus menyantuni sesamanya.

Selain itu, malu rasanya jika kebiasaan meng umpulkan ratusan bahkan ribuan warga miskin untuk sekadar membagikan bingkisan itu sampai tersebar ke mana-mana. Seorang kawan yang sedang belajar di luar negeri mengeluh setelah membaca pemberitaan media massa di negara tempatnya merantau seputar antrean orang yang berebut sedekah. Ia mengirim SMS, gHeran, kita kok senang sekali membocorkan grahasia negara, ya? db/ADV.

Sumber : RepublikaOnline

0 Comments:

Post a Comment

<< Home