Tuesday, April 21, 2009

Ini tak Sekadar Fungsi, tapi Juga Harmoni

Ini cerita tentang kepemimpinan dalam contoh populer. Pada usia delapan tahun, Michael Jackson yang sebelumnya pemain bongo menggantikan abangnya, Jermaine Jackson, sebagai vokalis Jackson Five. Sejak saat itu, Michael bertekad pada dirinya untuk tidak akan pernah melepaskan mike kepada siapa pun, bahkan kepada Jermaine. Sebagai vokalis, dia tahu posisi utama itu harus dipertahankan, kendali harus dipegang. Dia berhasil dan menjadi Raja Pop hingga kini.

Cerita Jacko ini sesungguhnya cerita soal kepemimpinan. Dalam satu grup musik, tidak boleh ada dua vokalis. Mereka akan saling bersaing yang mengakibatkan rusaknya kekompakan tim. Begitu pula, ketika mengendarai mobil, tidak boleh ada dua sopir yang melakukan fungsi yang sama. Kapal tidak akan sampai ke tujuan, bahkan tidak dapat berlayar ketika ada dua nakhoda memberikan perintah.

Begitulah keteraturan dijalankan; roda depan mobil berfungsi untuk berbelok. Fungsi tersebut mutlak baginya. Tidak boleh dua roda di belakang mengambil fungsi yang sama. Lampu depan dengan cahaya yang lebih kuat, berfungsi untuk menyorot jalan. Tidak boleh lampu belakang mengambil fungsi yang sama. Lebih dari sekadar keteraturan, seperti mekanisme kendaraan tadi, hubungan antarmanusia justru lebih kompleks. Ia tidak sekadar pembagian tugas dan fungsi, tapi juga soal kesesuaian hati, perasaan, kepercayaan; chemistry. Dan, ini normal dalam hubungan setiap manusia, apalagi menyangkut kepemimpinan, yang modal utamanya adalah soliditas, kekompakan, ketenangan, dan harmoni.

Dan, dalam Fihi ma fihi, Jalaluddin Rumi menulis: ''Ketika engkau mengikat dua ekor burung, dia tidak akan bisa terbang meski sayapnya menjadi empat. Namun, jika engkau mengikat seekor burung mati pada seekor burung hidup, burung hidup tersebut masih bisa terbang karena saat itu tidak ada lagi dualitas.'' Hubungan dwitunggal Soekarno-Hatta berakhir dengan perpisahan. Kedua sahabat baik itu memiliki sejumlah perbedaan padangan politik yang tajam. Pada 1957, setelah sekitar 12 tahun bersama, Bung Hatta memutuskan mundur sebagai wakil presiden. Mereka sudah tidak lagi berkesesuaian, tidak harmoni.

Berbeda dengan pemerintah sebelumnya, Pak Harto bertahan dengan wakil presiden pilihannya sampai berakhir masa lima tahun. Ketika itu, fungsi wakil presiden dari Hamengkubowono IX hingga terakhir BJ Habibie nyaris sebagai ban serep. Jika pun ada tugas khusus kepada Umar Wirahadikusuma, Sudharmono, dan BJ Habibie, namun semua dalam kendali Pak Harto. Inilah salah satu faktor sukses seorang pemimpin: tetap memegang kendali.

Kendali itulah yang menentukan apakah seseorang itu pemimpin atau bukan. Ia menentukan arah lalu mengambil tanggung jawab serta risiko dari keputusannya apabila pada kemudian hari keputusan tersebut salah. Tidak boleh ada dua orang menentukan arah. Kelihatannya ini soal sederhana dan mudah, tapi tidak. Ini soal hati, perasaan, dan eksistensi.

Seorang bijak mengatakan, luka terdalam bukan karena pisau yang tajam menyayat daging, tapi kata-kata dan perbuatan yang dilakukan secara sadar. Sakit itu dapat dirasakan siapa saja--tidak terkecuali terhadap seorang ahli matematika dan ilmuwan--karena segala sesuatu bersumber dari hati: kegembiraan dan kepedihan; cinta dan kebencian. Dan, peribahasa Melayu dengan bijak mengatakan, ''Jagalah mulutmu dari kata-kata buruk, karena ia adalah harimau yang akan memangsa dirimu.''

(-)

Sumber : RepublikaOnline

0 Comments:

Post a Comment

<< Home