Thursday, December 16, 2004

Menuju Ke Nekat

Puasa itu berat, tapi asyik. Karena selain dikitari sang berat, kita juga dikitari sang asyik. Kita mulai dari berat yang pertama, dan itu bukan haus dan lapar bentuknya, melainkan kebiasaan. Jadi yang berat dari berpuasa, tidak selalu lapar dan hausnya, melainkan terputusnya siklus kebiasaan kita.

Dan kebiasaan ini adalah soal yang amat personal, tergantung pada tiap-tiap pribadi. Jika saya boleh mengambil contoh diri sendiri, periode terberat saat puasa adalah pagi hari. Bukan, bukan lapar yang mendera tapi karena di pagi itu, saya tidak bisa lagi memenuhi kebiasaan saya: minum teh panas , sangat panas dan menyeruputnya pelan-pelan. Wuaaah… luar biasa.

Teh yang cuma segelas itu butuh waktu lama untuk menghabiskannya. Seruputan yang sedikit itu langsung membakar saraf-saraf saya karena panasnya. Teh ini tak pernah mendingin, karena begitu dingin, seruputan terakhir pasti sudah tiba.

Minum teh adalah ritual terpenting saya di pagi hari. Ada puluhan seruputan dalam satu gelas, dan satu seruputan satu imajinasi. Dua seruputan dua lamunan, tiga seruputan tiga ide, empat seruputan empat rencana kerja… dan saya menjadi segara secara tiba-tiba. Saya merasa teh adalah sejenis gym tempat saya melakukan pemanasan, sebelum benar-benar siap jiwa raga menuju kerja selanjutnya.

Dan sepagi itu, gym ini, pemanasan ini, langsung dicabut begitu saja oleh kedatangan bulan puasa. Saya tegang, kalut dan sakhau! Saya seperti pecandu narkoba yang kehabisan pasokan. Daya tahan mental dan fisik saya benar-benar melorot di titik terendah. Di saat seperti ini, jika sedikit saja anak membuat kegaduhan, sudah cukup untuk membakar kepala saya. Sedikit saja istri membuat kekeliruan akan menerbitkan perang keluarga.

Jadi, manusia ini, hanya dipenggal sejenak saja kebiasaannya, langsung menjadi pihak yang loyo dan tak berdaya. Tulang belulang ini seperti lolos dan lepas dari engselnya, kesabaran seperti terbang dari tempatnya, dan kekuatan ini tak lagi ada sisa. Di pagi itu, membayangkan teh panas mengepul dan menyeruputnya adalah godaan setan terbesar. Dan bukan cuma sekali setan memenangi godaan ini. Jika untuk tergoda keluar dari sorga Adam harus digoda memakan buah Kuldi, mahkluk awam seperti saya ini cukup digoda dengan teh panas saja.

Dan inilah yang sial dari godaan, setelah teh panas itu benar-benar saya seruput paksa, wah kesegaran itu hanya terletak pada seruputan pertama. Setelahnya hanyalah penyesalan yang panjang. Saya menatap orang-orang yang loyo berpuasa itu dengan kecemburuan yang sangat. Saya merasa sendiri, teralienasi, kesepian dan tak punya kawan. Orang-orang lain seperti bersiap masuk surga, sementara saya masih tertahan di sini. Tapi sebetulnya bukan surga dan neraka itu yang ada di kepala saya, melainkan perasaan kesendirian ini yang menakutkan saya.

Oke, tapi sesekali boleh dong saya mengalahkan setan di ronde-ronde pertama. Meskipun saya sakhau teh panas, toh sering kuat juga bertahan hingga magrib tiba. Saya sering bertanya, apa yang membuat saya kuat? Ada beberapa sumber kekuatan, yang pertama berita yang sangat sedih, atau berita yang sangat gembira. Sekalut apapun ketagihan saya atas teh panas, jika handphone saya berdering dan ada telepon dari pemerintahan baru bahwa saya diundang masuk ke jajaran kabinet, pasti teh panas itu akan segera menjadi barang yang remeh belaka.

Seloyo apapun saya karena kacanduan teh panas ini, kalau tiba-tiba ada kabar saya dipecat dari pekerjaan, saya pasti akan segera melupakan semua kecanduan saya atas makanan dan minuman serta memasuki candu baru: sedih dan kehilangan.

Malangnya, dua kabar yang gempar semacam itu tidak mesti datang. Yang sering datang adalah kabar yang biasa-biasa saja. Yang tidak membuat kita sedih tapi juga tak membuat kita senang. Dalam keadaan mengambang seperti inilah bayangan teh panas itu begitu jelasnya.

Maka saya benar-benar tidak bisa menggantungkan kekuatan saya kepada kabar baik dan kabar buruk, melainkan kepada kenekatan saya sendiri; bahwa saya tidak akan mati hanya karena lapar dan haus sehari, apalagi cuma tidak minum teh panas di pagi hari. Pokoknya apapun guncangannya, ketika nekat sudah diputuskan, segalanya menjadi lebih mudah.

Jadi, setiap puasa saya selalu diingatkan akan pentingnya kenekatan, karena hampir semua orang besar adalah orang-orang nekat. Ee, siapa tahu saya kelak jadi orang besar juga. Prie GS

---------------------
Sumber : SuaraMerdeka.com

0 Comments:

Post a Comment

<< Home