Wednesday, December 08, 2004

Tak Perlu lagi Kata-kata

Oleh : Asro Kamal Rokan

Orang Indonesia paling pintar membuat suatu yang serius menjadi lelucon. Soal korupsi, misalnya, merupakan suatu yang sangat serius dan paling sulit diberantas hingga kini. Namun, bagi orang Indonesia --mungkin karena sudah lelah untuk marah, lelah frustrasi-- korupsi berubah menjadi lelucon.


Begitulah. Pekan lalu, Priyantono Oemar, seorang sahabat, menceritakan lelucon tentang korupsi. Dia bercerita: Pada saat para pemimpin APEC bertemu di Santiago, Cile, dua pekan lalu, semua negara peserta memamerkan hasil pencapaian teknologinya. Luar biasa, namun para pemimpin APEC lebih suka menyaksikan pameran teknologi mesin cuci. Jepang negara paling maju, memamerkan mesin cuci yang sekaligus dapat menyetrika. Pakaian kotor dimasukkan, beberapa menit kemudian pakaian bersih keluar dan telah tersetrika. Pemilik pakaian tinggal mengenakannya. Luar biasa. Semua yang hadir tepuk tangan.


Cina tak mau kalah. Negara ini memamerkan mesin cuci dengan teknologinya. Mesin cuci ini tidak hanya mampu membersihkan pakaian kotor, tapi juga dapat mengubah warna sesuai yang diinginkan. Jika ingin mengubah baju warna merah menjadi hijau, tekan tombol hijau. Warna baju pun berubah. Tidak hanya itu, mesin ini juga mampu mengubah merek pakaian. Ingin merek buatan Paris, tinggal tekan tombol.


Teknologi Cina itu disambut decak kagum pemimpin negara-negara APEC. Namun, itu sebentar. Ketika delegasi Indonesia memamerkan mesin cucinya yang berukuran besar, semua peserta terkaget-kaget. Dalam pameran itu, seorang Indonesia yang mengenakan jas lengkap namun sangat kotor, masuk ke dalam mesin cuci. Hanya dalam beberapa menit, dia keluar. Luar biasa: jas, hem, celana, sepatu, dan kaus kaki semuanya bersih dan licin. Tidak ada noda sama sekali. Tidak hanya itu, mesin cuci tersebut juga mampu membersihkan noda-noda yang melekat di wajah orang tersebut, bahkan juga uang, kartu kredit, dan kartu tanda pengenal dalam dompet. Semuanya bersih dan licin.



Para pemimpin negara APEC tentu terkagum-kagum dan menilainya futuristik. Mereka penasaran. Ketika mesin cuci itu dibuka, alangkah terkejutnya mereka. Ternyata di dalam mesin cuci itu ada sejumlah orang yang sibuk mencuci. Setelah diteliti diketahui mereka adalah seorang pengacara, seorang hakim, seorang jaksa, seorang polisi, seorang politisi, seorang anggota LSM, dan juga seorang wartawan.


Cerita sahabat tersebut jelas rekaan. Yang benar, dalam pertemuan pemimpin APEC itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merasa sorot mata 20 pemimpin APEC tertuju kepadanya saat forum membahas soal korupsi. Ini karena survei lembaga antikorupsi internasional, selalu menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup. ''Dalam pertemuan APEC tahun depan, saya harap tidak lagi seperti itu,'' kata SBY pekan lalu. SBY benar. Wajah Indonesia babak belur oleh korupsi. Setelah reformasi bergulir, peringkat Indonesia dalam indeks persepsi korupsi (IPK) selama tiga tahun terakhir ini tidak berubah: tetap sebagai juara!


Hasil survei Transparency International (TI) tahun 2003, Indonesia menempati urutan ke-122 negara dari 133 negara yang disurvei. Posisi Indonesia sebagai negara terkorup itu hampir sama dengan Bangladesh, Myanmar, Nigeria, dan Kamerun. Bahkan, peringkat Vietnam --negara dengan tingkat kemiskinan lebih rendah dari Indonesia-- jauh lebih baik. SBY pantas merasa malu. Rasa malu itu akan semakin parah apabila pemberantasan korupsi dilakukan dengan kata-kata, pidato, dan upacara. Kini, kita menunggu, berdiam diri: tak perlu lagi kata-kata, tak perlu lagi menagih janji.

---------------------------
Rabu, 08 Desember 2004
www.Republika.co.id

0 Comments:

Post a Comment

<< Home