Gembala Tuhan itu telah datang di Serambi Mekah
Jumat, 14 Januari 2005
Gembala Tuhan itu telah datang di Serambi Mekah (1)
Setelah gelombang Tsunami menghancurkan Aceh, gelombang misionaris dari berbagai penjuru dunia juga berbondong-bondong ke 'Serambi Mekah'
"Mohon do’anya, untuk staf, para siswa, dan keluarga-keluarga mereka, berikut sekolah-sekolah Kristen di Aceh, Indonesia. Sejauh ini tak seorangpun bisa mengetahui kabar dan menghubungi sekolah-sekolah ini. Sekolah-sekolah Kristen itu adalah;
Sekolah Menengah Umum (SMU) , Methodist Banda Aceh, SMU Katolik Banda Aceh. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Methodist Banda Aceh, SMP Katolik Banda Aceh, SMP Lawe Sigalagala, di bagian Tenggara Aceh.
Mohon do’a dan bantuan Anda untuk keselamatan saudara-saudara kita di Aceh.
***
Berita pendek itu dibuat seorang pekerja gereja, Christian Freedom International (CFI) yang berada di Jakarta, empat hari setelah gempa tektonik yang kemudian disusul dengan gelombang Tsunami, 26 Desember 2004. Berita itu dimuat dalam situs www.christianfreedom.org.
Gelombang Tsunami di Asia tak hanya membuat hampir semua warga belahan dunia ikut bersatu. Dari tingkat negara hingga individu. Simpati mereka dilakukan dengan berbabagai cara. Ada yang mengumpulkan dana dan mengirimkannya ke wilayah-wilayah yang terkena musibah. Sebagaian, bahkan mengirim alat-alat tempur, pasukan militer dan tim relawan kemanusiaan.
Simpati dan bantuan itu ada yang benar-benar murni dan ada yang tidak. Tanpa melihat suku bangsa dan agama korban. Tapi sebagaian yang lain justru mengaku terang-terangan dengan memanfaatlan musibah ini untuk promosi keyakinan dan agama.
Sebuah organisasi kemanusiaan dari kelompok Kristen Evangelis di Philadelphia, misalnya, melepas tim relawan dan armada kemanusiaan untuk dikirim ke zona krisis di Asia Tenggara.
Kelompok religius asal Amerika ini melaporkan telah menerjunkan 55 agen anggotanya yang berangkat ke lokasi korban tsunami. Mereka terdiri dari tim kemanusiaan Palang Merah, the American Jewish World Service, dan Lutheran World Relief. Meski mengirim relawan, mereka mengaku, bantuan itu tidak mengaitkan misi atau mengajak masuk agama tertentu.
Tetapi sebagaian lainnya, bahkan justru terang-terangan membantu sambil mengajak memeluk agamanya. Beberapa kelompok itu adalah kelompok evangelis seperti Southern Baptists International, Gospel for Asia, (GFA) dan the Christian and Missionary Alliance.
"Bencana ini salah satu kesempatan terbesar Tuhan yang diberikan pada kami untuk berbagi cinta Nya dengan orang-orang," ujar Presiden Gospel for Asia K.P. Yohannan dalam Philadelphia Inquirer. Koordinator Southern Baptist, Pat Julian mengatakan, tsunami telah menyediakan kesempatan fenomenal bagi para penginjil untuk menyebarkan misi.
Yohannan mengatakan, 14.500 misionaris di India, Sri Lanka dan Pulau Andaman sedang melakukan pekerjaaannya menjalankan misi dan membagikan Injil dan buku-buku keagamaan kepada orang-orang yang selamat . Isinya, "bagaimana cara menemukan harapan di saat seperti ini melalui kata-kata Tuhan," katanya seperti dikutip www.news-leader.com, 10 Januari lalu.
Di markas besarnya di Carrollton, Texas, Yohannan kini sedang mengkoordinir 10 juta USD untuk membawa air bersih, makanan, pakaian, obat-obatan untuk para pengungsi di Asia. GFA juga berencana membangun 10 rumah yatim piatu masa depan untuk 10.000 anak-anak Sri Lanka yang kini telah kehilangan orangtua. “Pemerintah Sri Lanka telah mendukung kami untuk meneruskan proyek rumah yatim piatu ini,” kutipnya dalam situs resmi GFA di www.gfa.org, (2/1) kemarin.
Di Andhra Pradesh, India, kelompok-kelompok misi ini berencana membangun komunistas Kristen untuk menggantikan desa dan kampung pantai laut yang telah hancur itu. Dalam sebuah situsnya, seorang pejabat kementrian India James Rebbavarapu mengatakan, sebuah regu insinyur asal Amerika telah menyetujui untuk mendesain tiap 400 kampung dengan sebuah pusat geraja di tengah-tengahnya.
Kent Craig of the Association of Baptist for World Evangelism (Asosiasi Baptis Kent Craig untuk penyebaran agama Kristen dunia) mengatakan sedang menyiapkan ratusan missionaris yang berserak di 11 negara-negara di wilayah Pasifik. "Walaupun ada musibah tsunami, semua personil kami mengatakan segalanya telah aman," ujarnya. Dan semua stafnya itu, kini sedang aktif untuk membawa bantuan dan pesan-pesan spiritual pada para korban yang selamat.
Di Aceh, para pekerja Tuhan ini juga telah datang dengan misinya. Paulus Wibowo, Direktur The Advancing Native Missions Organization (ANM) untuk Indonesia menulis laporan pada ke ANM pusat di Amerika. Selain melaporkan perkembangan anggota regunya, pemimpin Pusat Pelatihan Misionaris Yogyakarta ( YMTC) ini menulis laporan.
“Untuk sementara waktu, kita sudah mempelajari bahwa semua misionaris kita di Sumatra Utara baik dan dilindungi oleh Tuhan, ” tulisnya. “ … kita taksir, kebutuhan mereka sampai segalanya kembali normal akan menelan biaya sekitar 600 sampai 1500 USD.”
ANM adalah sebuah misionaris internasional yang memiliki anggota tersebar di seluruh dunia. ANM membantu menyebarkan Injil ke seluruh dunia dengan dukungan sekitar 3.500 misionaris dan di lebih dari 60 negara di seluruh dunia.
Pendeta Ross Naylor-Tatterson asal Belanda bahkan menggalang dana dan berencana datang ke Indonesia. Ross Naylor telah bekerja dalam kerjasama dengan salah satu jaringan rumah yatim piatu terbesar swasta di Indonesia dan akan mengadakan perjalanan dengan sebuah tim yang terdiri dari 22 orang ke Indonesia pada tanggal 23 Januari nanti dengan bendera Youth With A Mission (YWAM).
"Kami berusaha untuk menguatkan YWAM, yang mempunyai pengalaman dengan anak yatim piatu, dan untuk merespon dengan krisis yang besar ini, " kata Naylor-Tatterson, dikutip Kristianipos.com, Jum'at, (14/1) ini.
Loudy Posumah, direktur Indonesia untuk Youth With A Mission, adalah salah satu organisasi Kristiani terbesar di dunia. Posumah membawahi staf yang terdiri dari 500 orang pekerja tetap dan 16 rumah yatim piatu dengan 800 anak diseluruh Indonesia.
Beberapa hari setelah datang di Aceh, seorang relawan gereja lain, Julian (nama samaran) menulis laporan dan pesan penting untuk mengajak para aktifis gereja datang ke Aceh. Dalam sebuah tulisannya di sebuah media Kristen, Baptist News, 7 Januari 2005 lalu, Julian meminta para aktifis dan elemen gereja untuk datang ke Aceh dan menunjukkan nilai Kristen.
“Kita memerlukan para dokter, perawat dan orang-orang dengan keahlian spesifik,” kata Julian. “Selain dari itu, kita memerlukan lebih banyak orang yang mau bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan kotor. Ini pekerjaan keras dibanding yang kamu bayangkan.”
“Kita mendapat suatu kesempatan untuk membentuk kembali persepsi masyarakat tentang Kekristenan,” ujarnya. Mereka telah menganggap kami seperti halnya orang asing lainnya, " begitu pesan Julian. Dan di Aceh, tambah Julian, rekonstruksi kembali tempat ini akan memerlukan waktu beberapa tahun, katanya. (Cholis, dari berbagai sumber)
+++++++
Minggu, 16 Januari 2005
Gembala Tuhan itu telah datang di Serambi Mekah (2)
Setelah gelombang Tsunami menghancurkan Aceh, gelombang misionaris dari berbagai penjuru dunia juga berbondong-bondong ke 'Serambi Mekah'. (Bagian kedua dari tiga tulisan)
“Membantu Sambil Menanam Benih”
Kesempatan memang bisa datang di saat sempit, kata pepatah. Meski musibah Tsunami ini membuat ratusan ribu korban tak berdaya dan menderita, kelompok-kelompok tertentu masih bisa memanfaatkan situasi dengan kedok ‘berbagi kasih’. Termasuk para relawan kemanusiaan yang datang dengan tujuan-tujuan misi ini.
Sebuah media, The CNSN news, mengkritik, para misionaris Kristen, kini, sedang memanfaatkan korban bencana Tsunami untuk menyebar Injil bersama dengan para relawan kemanusiaan di negara Asia Selatan yang paling banyak diterjang gelombang Tsunami.
Salah satu tatktik seperti itu sempat diungkap oleh koran The Baltimore Sun minggu lalu. Koran ini mengkritip hadirnya beberapa kelompok evangelis yang mencampurkan gerakan bantuan kemanusiaan dengan misionaris Kristen di Aceh dan kawasan Asia yang terkena gelombang Tsunami.
Dugaan membantu sambil menyebarkan "misi Kristus", tulis The Baltimore Sun, diambil dengan berbagai cara. Diantaranya adalah mengadopsi anak-anak yatim, penempelan pamflet-pamflet religius dalam kotak bantuan. Dan kadang-kadang, cara seperti itu berpengaruh sangat besar, ujar Baltimore. “Mereka tidak akan pernah menyerah untuk menanamkan tujuan gereja,” ujar editor sebuah penerbitan Kristen, Evangelical Missions Quarterly, Scott Moreau.
Juru bicara World Relief, Chris Pettit mengutip model kerja kelompok atau relawan kemanusiaan Kristen yang membantu kerusakan pasca perang Kamboja awal tahun 1990. Beberapa tahun setelah krisis, para pekerja kemanusiaan dari World Relief, misalnya, menghidupkan kembali hubungan mereka dengan penduduk sekitar dan kemudian membangun tempat-tempat ibadah berupa gereja. Pettit mengatakan, sekarang sudah ada sekitar 300 gereja di Kamboja tempat di mana dulu mereka pernah bekerja.
“Menurut sejarah, pendekatan yang terbaik adalah untuk menyediakan bantuan dan membangun kepercayaan, dan kemudian melalui kepercayaan itu , peluang bisa muncul. Kita menanam benih itu,” ujar Petit.
Ada juga yang dengan model halus. Datang ke lokasi bencana, kemudian bekerjasama dengan partner lokal agar tidak mudah kentara dengan penduduk setempat. Model seperti ini, dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari kelompok Kristen Fundamentalis asal Virginia, AS, WorldHelp.
"Secara normal, Banda Aceh tertutup bagi orang asing dan untuk mengabarkan Injil. Tetapi, karena bencana ini, mitra kami menyarankan untuk menyediakan pintu masuk untuk mengabarkan Injil," ujar pernyataan resmi WorldHelp dalam website nya minggu ini.
WorldHelp, kemudian bekerjasama dengan aktifis Kristen lokal di Indonesia. Dia kemudian mengambil 300 anak-anak muslim Aceh berumur rata-rata 12 tahun yang –katanya-- sudah tidak memiliki orang tua karena diterjang Tsunami.
Tatktik Halus
Cara atau taktik semacam ini memang diakui para pekerja gereja yang datang dengan alasan relawan atau bantuan kemanusiaan. Selain haruslah dengan pendekatan yang bagus, pekerjaan seperti itu haruslah dilakukan dengan sangat rapi, hati-hati dan halus.
Jamie Isbister, Project Manager Agen Kesejahteraan Karitas Katolik Australia memberikan taktik kepada pihak-pihak Kristen jika ingin masuk Aceh. Hendaknya para agen bantuan yang berasal dari Barat, kata Isbister, tidak gampang dibaca oleh warga setempat jika ingin ingin masuk ke Aceh meskipun melalui cara bantuan kemanusiaan.
Dengan perkiraan 35.000 anak-anak yatim piatu, ada juga rasa takut masyarakat bila hadirnya rumah yatim piatu itu akan digunakan untuk membawa mereka pada agama Kristen, ujar Isbister pada Australians Christian Lobby, (11/1), Selasa lalu.
Karenanya, dia menyarankan agar para relawan misionaris yang datang ke Aceh untuk memiliki kiat yang baik dan kepekaan religius. Supaya masyarakat tidak salah baca dan akan dianggap sebagai usaha untuk mengajak keluar dari Islam, kutip Isbister. Jika tidak, dikawatirkan kesempatan emas itu akan mudah menguap. "Aku memastikan ini merupakan suatu situasi yang mudah menguap. Hal itu bisa mengayun ke arah lain," katanya.
Isbister mengaku baru beberapa hari sampai ke Sydney setelah melalukan misi pengintaian ke pantai Barat Aceh, yang terkena dampak besar gelombang Tsunami dua minggu lalu.
Provokatif
Tetapi semangat kamu misionaris memburu gembala Tuhan baru di Aceh itu banyak membuat kalangan Kristen lainnya ketar-ketir. Pendeta Arthur Keys, Presiden untuk Bantuan Kemanusiaan dan Pembangunan Internasional Non-religious amat takut dengan sikap para evangelis Kristen di Aceh ini. Menurutnya, tindakangan evangelis yang berambisi mengajak masuk warga muslim Aceh yang ditimpa musibah ini akan menimbulkan reaksi yang tak menyenangkan.
"Saya kira ada suatu bahaya bahwa semua kelompok internasional bisa dipudarkan oleh ini," ujar Key seperti dikutip The Washington Pos, (13/1) Kamis kemarin. Keys dan kelompoknya mendapatkan kontrak dari Pemerintah AS untuk membangun kembali sistem penjagaan kesehatan dan air di Banda Aceh.
Cara-cara seperti itu, kutip Baltimore, merupakan pendekatan yang sangat provokatif dan akan dapat menimbulkan rasa kebencian kepada masyarakat –utamanya korban—yang akan dibantunya. Tetapi, para pemimpin evangelis, justu mengatakan, mereka menggambarkan bantuan kemanusiaan ini sebagai suatu komponen rohani.
Filosofi seperti itu, kutip Baltimore, bertentangan dengan para agen bantuan kemanusiaan berlatar kelompok keagamaan yang murni membantu tanpa ada pamrih apapun. Diantara mereka yang benar-benar murni itu, menurut Baltimore seperti beberapa agen bantuan kemanusiaan Kristen World Vision, Church World Service atau Catholic Relief Services.
“Mereka mempertimbangkan seluruh fakta bahwa mereka berada di sana dan berbelas kasih sebagai format Kristen tanpa keharusan untuk mengajak orang masuk agamanya,” ujar Moreau.
Tentu saja kasus ini tidak boleh dianggap sepele. Jika tidak, kedatangan para relawan asing yang niat baik untuk membawa bantuan dan misi kemanusiaan itu justru berbalik menjadi pemicu baru konflik antar agama di Indonesia.
"... kami tidak akan ikut campur terhadap relawan asing manapun di Aceh, sepanjang misinya adalah misi kemanusiaan. Tapi jika mereka menjalankan agenda-agenda lain maka kami tidak akan tinggal diam, ujar ." Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Fauzan al-Ansari pada Radio Nederland. (Cholis, dari berbagai sumber)
+++++++
Rabu, 19 Januari 2005
Gembala Tuhan itu telah datang di Serambi Mekah (3)
Setelah gelombang Tsunami menghancurkan Aceh, gelombang misionaris dari berbagai penjuru dunia juga berbondong-bondong ke 'Serambi Mekah'. (Bagian terakhir--habis)
“Gembala-Gembala Tuhan itu…”
Setelah gelombang Tsunami menghantam Asia, gelombang baru berikutnya adalah hadirnya beberapa organisasi Kristen ke lokasi-lokasi korban Tsunami di beberapa wilayah Asia. Inilah profil mereka:
Organisasi ‘Compassion International ‘ misalnya, langsung membuka programnya di India, Thailand dan Indonesia. Mereka memfokuskan programnya pada para pengungsi yang kehilangan anggota keluarganya. Seperti kantor agensi lainnya, Compasion International juga memberikan dana kemanusiaan untuk membantu para korban. Melalui dana tersebut, diharapkan segera dapat membantu keringanan penderitaan para korban.
Compasion International berjanji akan memberikan bantuan dana sebesar 375.000 dolar untuk wilayah Aceh, Indonesia yang terkena dampak tsunami paling parah dan juga akan mengirimkan bantuan makanan, air bersih dan pengobatan gratis terutama kepada anak-anak. Selain itu, juga didirikan tenda darurat sebagai tempat penampungan sementara, peralatan memasak dan kotak P3K.
Selain itu, Compasion International juga menyumbangkan dana bantuan makanan sebesar 3 juta dolar untuk Srilanka, Indonesia dan India. Pengiriman bantuan makanan, air bersih, obat-obatan, pakaian, lilin penerangan dan selimut untuk setiap negara diatas akan segera dilakukan.
Di India, Compasion International bekerjasama dengan Persekutuan Penginjilan EFICOR (Evangelical Fellowship of India Committee on Relief ) dan ESAF (Evangelical Social Action Forum) dan telah menyumbangkan 24.000 dolar langsung lewat mereka setelah mendengar berita bencana tsunami terjadi di asia. Sedangkan dengan Indonesia, Compasion International bekerjasama dengan Gereja Holy Christ Indonesia.
Ada banyak gembala Tuhan yang sudah datang ke Aceh. Entah dengan alasan kemanusiaan murni atau yang sedang meminum kesempatan di air keruh Tsunami. Diantara mereka adalah; Gereja Scientology (The Church of Scientology), World Vision, Catholic Relief Services(CRS)) dan organisasi Yahudi bernama B'Nai. "Kita tidak mencampurkan pekerjaan kemanusiaan dengan misi gereja, “ ujar koordinator World Vision, Lenneberg. Selaian bantuan makanan dan obat-obatan, CRS juga menghadirkan sejumlah mobil-mobil traktor.
Ada juga Christian Aid Mission (Misi Bantuan Kristen). Kelompok ini bekerja dengan lebih dari 100 pendeta yang berasal dari pendeta lokal (pribumi) dan pendeta asing. Target mereka di lokasi-lokasi bencana, untuk membantu menyediakan makanan, selimut, air minum bersih, pakaian, obat-obatan tenda dan perkakas dapur untuk korban atas nama Injil.
Ada juga Mission Aviation Fellowship (MAF), sebuah regu spesialis di seluruh dunia, yang sering keluar masuk daerah-daerah terpencing dengan menggunakan pesawat terbang di tempat-tempat terpencil.
Lebih dari 450 misionaris anggota MAF, termasuk 30 warga Kanada beserta keluarganya. Mereka, melaksanakan tugas khusus membantu para pendeta –dengan cara memberi bantuan radio komunikasi, ilmu penerbangan dan internet-- di gereja-gereja terpencil di belahan dunia. Pilot-pilot MAF mengaku memiliki 140 armada pesawat dan telah terbang keluar masuk sekitar 2.000 landasan terbang darurat di seluruh bumi. Beberapa hari pasca gelombang Tsunami, armada MAF sudah berada di Aceh lengkap bersama pesawat terbangnya. Misi MAF bisa terlihat ditulisan “Bersama-sama MAF, menggapai ke luar sayap-ayap cinta untuk menaruh iman Kristen.” Pasca Tsunami kemarin, MAF datang ke Aceh dengan pesawat-pesawat khususnya.
Para gembala Tuhan lainnya WoldHelp. WoldHelp merupakan salah satu diantara ratusan relawan kemanusiaan yang datang ke Aceh dengan alasan membantu pengungsi. Tapi beberapa hari lalu, koran besar AS, The Washington Post memberitakan, organisasi misionaris ini justru telah membawa lari 300 anak-anak yatim piatu Islam korban Tsunami-Aceh menuju Jakarta dan selanjutnya akan memasukan anak yatim itu ke yayasan dan sekolah Kristen. Perbuatan ini jelas pelanggaran melawan hukum. Apalagi, pemerintah baru saja mengeluarkan peraturan pengadopsian anak yang melarang orang tua dari luar agamanya.
WorldHelp mengaku telah mengumpulkan 70.000 USD dalam donasinya dan mengharapkan bisa naik menjadi 350.000 USD untuk membangun rumah yatim piatu di Jakarta. Sejak didirikan tahun 1991, WorldHelp kini memili tenaga full timier sebanyak 100 di AS dan mendapat dukungan misionaris lokal di hampir 50 negara, termasuk Indonesia. Mitra utama WorldHelp Indonesia adalah Henry dan Roy Lanting, seorang yang kini menjalankan rumah yatim piatu dan sebuah sekolah dekat Jakarta.
Ada The International Bible Society. Selain membantu mengirim relawan kemanusiaan pada para pengungsi, The International Bible Society juga menyediakan sekitar 100.000 salinan buklet berjusul, "When Your Whole World Changes." yang dibagi-bagikan oleh para agen relawannya di negara-negara yang terkena musibah. Buklet ini meliputi jalan lintas mengenal Injil dan cara kebaktian, berbagi harapan, dan nasehat dari Bible.
Ada pula kelompok lain seperti, Lutheran World Federation (LWF) dan The Advancing Native Missions Organization (ANM). Selain ikut mengirimkan obat dan dokter, dia juga mengirim makanan dan pakaian pada korban orang yang selamat, LWF juga diberi tempat perlindungan di gereja-gereja setempat. Sedang ANM, mengirim bantuan dan mengirim 3500 misionaris lokal di lebih dari 60 negara-negara dunia.
Juga ada Mercy and Grace, sebuah lembaga nirlaba Kristen. Dia juga mengirim relawan yang berkompeten di bidang pendidikan. Ada juga Christian Mission International Aid (CMIA)
Asia Harvest partners Malaysia juga datang ke Indonesia. Melalui mitra beberapa penginjil di Jakarta, mereka datang ke Aceh dengan tenaga 150 dokter langsung dari Jakarta. “Mereka telah melakukan usaha koordinasi di Aceh, Indonesia. 150 dokter Kristen dan sukarelawan dari Jakarta tiba di Aceh yang membantu dengan obat, makanan, air dan tenda, dll.," ujar Paul Hattaway.
Juga Samaritan's Purse yang ikut mengirimkan material bantuan ke Indonesia dan Sri Lanka. “Aku akan berharap bahwa mereka akan mengenali Tuhan yang aku kenal, ” ujar President Samaritan's Purse, Franklin Graham. Franklin adalah putra pendeta Billy Graham. Samaritan's Purse menyediakan 4 juta USD untuk kesehatan, makanan, medis dan pemondokan kelompknya di Sri Lanka dan Indonesia.
Kelompok Evangelis terkenal di AS, mengatakan pihaknya sudah masuk ke Aceh. Pendeta Franklin Graham mengatakan Aceh memang terlalu sensitif, tetapi mereka sudah melakukan upaya-upaya besar di sana. Samaritan juga menyebarkan Kristen di Iraq begitu AS menjajah negeri itu.
Franklin kerap menghujat Islam. Diah juga pernah menyebut Islam sebagai "agama jahat". Organisasi milik Franklin dikenal sebagai kelompok penginjil yang sering menghujat Islam.
Saat AS menyerang Iraq, penginjil itu mengaku, prioritas agenda kerja mereka adalah memberi bantuan pangan bagi rakyat Iraq, membangun kamp-kamp penampungan, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya bagi rakyat Iraq yang telah dihancurkan oleh perang. Namun mereka menegaskan, bahwa jika keadaan telah pulih, mereka juga akan menyebarkan ajaran Kristen terhadap rakyat Iraq.
Beberapa kelompok evangelis paling berambisi juga telah datang ke Aceh. Mereka adalah; Southern Baptists Internationa (SBI), Gospel for Asia, (GFA) dan the Christian and Missionary Alliance (CMA).
"Bencana ini salah satu kesempatan terbesar Tuhan yang diberikan pada kami untuk berbagi cinta Nya dengan orang-orang," ujar Presiden Gospel for Asia K.P. Yohannan dalam Philadelphia Inquirer. Koordinator Southern Baptist, Pat Julian mengatakan, tsunami telah menyediakan kesempatan fenomenal bagi para penginjil untuk menyebarkan misi. Yohannan mengirim 14.500 misionaris ke tempat-tempat yang dilanda gempa.
"Kami juga ingin mengenalkan nilai-nilai Kristen pada mereka... sehingga mereka bisa melihat sesuatu yang lain bahwa kita dekat dengan cinta Kristus," ujar William Suhanda yang memimpin kelompok misionaris Light of Love for Aceh, seperti dikutip The Observer beberapa saat yang lalu. (Cholis, dari berbagai sumber)
--------------
Sumber : Hidayatullah.com
0 Comments:
Post a Comment
<< Home