Tukang Sayur
Minggu, 26 Desember 2004
Selama ini saya mengenal Bang Kimpul seorang yang urakan. Sebagai tukang sayur yang suka berkeliling di kompleks, membuat dia juga dikenal banyak ibu-ibu dan para PRT. Setiap ketemu dengan kaum hawa itu, bawaannya menggoda melulu. Tentu, ibu-ibu sudah pada hapal kebiasaan dia itu. Dan oleh karena statusnya hanya tukang sayur, maka para suami pun tak pernah menaruh rasa cemburu bila Bang Kimpul berlaku genit pada istrinya.
Kepada ibu-ibu kadang Bang Kimpul ini bersikap sok tahu atau pun mencoba merayu. Suaranya yang genit-genit mesra itu memang cocok dengan postur tubuhnya yang kecil dan pendek. Kalau ada ibu-ibu menawar sayuran atau lauk-pauk sering dipleset-plesetkan menjurus ke hal-hal yang jorok, dan semacamnya. Yang sering langsung menanggapi ucapan Bang Kimpul biasanya para PRT itu, sedangkan ibu-ibu yang rata-rata masih muda usia hanya sesekali saja.
Kalau boleh disebut ciri fisiknya, selain berperawakan kecil dan pendek (mungkin karena itu dia dipanggil ibu-ibu 'Bang Kimpul', padahal nama sebenarnya bukan itu), rambutnya jarang disisir, penampilannya tak rapi (seringkali dia mengenakan celana yang bagian resleting atau bokongnya, bolong), giginya kuning kecoklatan menandakan dia perokok berat dan jarang gosok gigi, serta air mukanya kelihatan kusut.
Kami mulanya hanya menduga-duga bahwa keseharian Bang Kimpul ini pasti tidak teratur. Apalagi melihat penampilan fisik dan ditambah omongannya yang suka ngaco itu. Ketika ibu-ibu bertanya apakah dia selalu menjalankan shalat lima waktu dijawabnya hampir tak pernah. Dia bilang shalat yang dilakukan cuma kalau hari raya saja di lapangan. Pada bulan Ramadhan lalu dia juga klepas-klepus ngisep rokok sambil mendorong gerobak sayurnya. Lagi-lagi ibu-ibu menengurnya kenapa tidak puasa, dan dijawabnya enteng dengan balik bertanya buat apa puasa. Nah lho ibu-ibu bingung sendiri. Dasar Bang Kimpul!
Ibu-ibu akan merasa percuma saja mengkhotbahi atau menceramahi dia dengan pengertian manfaat puasa dan shalat. Menurut Bang Kimpul syariat puasa tersebut belum begitu penting baginya, dibanding nyari rupiah. Dia bilang nanti pasti akan melaksanakan semua itu, kalau keadaan ekonominya sudah berubah.
Suatu pagi, saat waktunya berangkat kerja ada salah seorang warga berteriak-teriak minta tolong. Rupanya anak kecil yang berusia sekitar sepuluh bulan menderita kejang-kejang dan step disertai tangisan yang mirip anak sedang kesurupan. Warga yang mendengar sontak panik dan berlari ke rumah asal suara itu. Beberapa bapak dan ibu yang datang mencoba memberikan pertolongan. Namun, tidak banyak membantu. Penyakitnya masih tetap. Anak kecil tersebut menangis terus tak mau berhenti.
Akhirnya beberapa orang yang memang tidak bisa mengobati anak kecil sedang kesurupan itu pun pulang. Di mulut gang beberapa ibu mencandai Bang Kimpul sambil merajuk agar mau mencoba memberikan pertolongan pada anak itu. ''Emangnya, saya kiai apa?'' ujar Bang Kimpul. Meskipun menduga Bang Kimpul tidak mungkin bisa mengobati anak itu, tetap saja para ibu merajuk sambil sesekali meledekinya. ''Kagak ah, entar barang dagangan saya malah hilang lagi. Saya nggak mau rugi terus. Kemarin ibu-ibu di sana (Bang Kimpul menunjuk ke gang lain) ada yang ngambil daging tapi nggak mau ngaku,'' tukas Bang Kimpul.
Ibu-ibu masih terus meledeknya karena ada keyakinan Bang Kimpul tak akan mampu menenangkan anak itu. ''Ayolah Bang siapa tahu bisa. Soal dagangan biar kami yang tunggu,'' ujar seorang ibu. Ibu-ibu yang lain mengangguk, seolah mengiyakan. Entah mengapa, akhirnya Bang Kimpul pergi juga, gerobak sayur dia tinggalkan. Selang beberapa menit, Bang Kimpul muncul lagi sambil mengepul-ngepulkan asap rokoknya.
Ibu-ibu yang masih berkerumun di sekitar gerobak sayur langsung menanyakan keberhasilan tugas Bang Kimpul. ''Udah, tuh anak sudah diem no,'' jawab Bang Kimpul. Ibu-ibu yang mendengar jawaban itu jadi melongo. Mereka sama sekali tak menduga kemampuan Bang Kimpul. Beberapa orang lantas menengok keadaan anak itu untuk membuktikan 'kesaktian' Bang Kimpul. Mereka semakin heran dibuatnya. Anak kecil itu benar-benar sembuh.
Esoknya, begitu ibu-ibu ketemu dengan Bang Kimpul segenap pertanyaan langsung disodorkan padanya. Bang Kimpul tukang sayur yang urakan itu, dikerubuti ibu-ibu seperti laiknya seorang selebriti. Bak pahlawan menang perang saja, Bang Kimpul menjawab santai saat ibu-ibu bertanya dengan cara bagaimana dia menyembuhkan anak itu. ''Gampang. Saya tiup saja telinga anak itu dengan asap rokok saya sambil baca Al-fatihah,'' entengnya. Ibu-ibu jadi tersenyum heran bin salut pada Bang Kimpul.
Ketika kejadian itu diceritakan pada suami masing-masing, termasuk saya yang juga kebagian cerita istri, juga merasa heran. Bang Kimpul pedagang sayur urakan, yang jarang shalat, jarang puasa, apalagi mengaji itu saja bisa, mengapa kami (bapak-bapak yang klimis dan necis dengan baju koko dan rajin shalat) tak bisa ya? Saya pun hanya bisa membatin pasti ada yang salah dengan ibadah saya.
Agung Margiyantoro,
Kepala BAAK-Sekolah Tinggi Teknologi Texmaco Subang.
Jl Raya Pabuaran KM 3,5 Ds Karangmukti, Pabuaran
Cipeudeuy 41272, Subang jabar.
--------------
Sumber : Republika.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home