Waktu Terbaikku
Waktu terbaik, kesempatan terbaik, the golden time, adalah waktu yang kedatangannya konon cuma sekali. Waktu yang jika datang mirip kilatan petir. Begitu cepat ia datang, dan jika kita terlambat menyambarnya ia akan hilang. Begitu langka kedatangan golden time itu, sehingga hanya orang tolol saja rela melepasnya. Tapi kelangkaan semacam itu ternyata tidak berlaku bagi teman saya ini.
Ia adalah orang yang merasa memiliki waktu terbaik itu setiap kali, nyaris tak terbatas. Ia bahkan merasa sanggup mengkreasi golden time itu kapanpun ia mau, 24 jam nonsotp, dari bangun tidur hingga kembali ke tidur, bahkan juga di dalam tidur.
Teman ini saya ini mengaku selalu berusaha bangun pagi. Sering ia gagal, tapi bangun pagi adalah soal yang selalu ia upayakan sekuat yang ia bisa. Setiap kali ia sanggup melawan kantuk sisa tidur semalaman, ia merasa bangga terhadap dirinya. Ia mengerti benar beratnya melawan kantuk pagi. Maka ketika ia berhasil mengalahkannya, ia merasa telah mengalahkan setan yang membelenggu tidurnya.
Maka setiap pagi, ketika ia berhasil mengusir setan dari kantuknya, ia merasa amat sukses. Hari masih amat pagi ketika ia mengaku mendapat golden time-nya yang pertama. Dan ia menjadi jarang melewatkan keindahan menang perang melawan setan itu setiap pagi.
Dan benar, nyatanya kantuk pagi yang berat itu ternyata cuma jebakan belaka. Karena setelah ia benar-benar bangun, keluar rumah untuk menghirup udara, menatap pemandangan pagi, kantuknya toh hilang seketika. Udara pagi itu segar luar biasa, pemandangan pagi itu ia rasakan sebagai ajaib belaka. Ia melihat sisa-sia hewan malam kembali ke serangnya, dan melihat hewan-hewan siang bergerak sebaliknya. Sebuah arus bolak-balik yang menakjubkan hatinya.
Padahal hewan-hewan itu baru mewakli satu gerakan. Belum lagi alam adalah gudang gerakan yang berlangsung serempak, dalam jumlah yang tak terhingga. Karena pada saat yang sama, ia melihat sisa bulan semalam yang memucat tergeser sinar pagi yang semburat. Bintang gemintang lengser karena langit telah menjadi terang.
Pada saat yang sama ia bisa mendengar kicau burung-burung sedang di puncak keramaiannya. Semuanya gratis karena ia cukup menyadapnya dari burung-burung liar maupun burung piaraan tetangga. Belum dalam hitungan menit sejak bangun tidur, ia telah medapatkan golden time-nya yang kedua. Dan ia jarang melewatkan pagi dengan kegembiraannya yang gratis dan cuma-cuma itu.
Seterusnya, ia merasakan golden time itu datang sambung-menyambung. Jika ia mendapati istrinya telah lebih dulu terbangun dan sepagi itu telah meramaikan dapur, telah menyeduh kopi panas yang aromanya sanggup menyeretnya ke dapur, bukan cuma untuk segera meneguk minuman kesukaannya itu, melainkan juga untuk tersadar, betapa ia dianugerahi istri yang baik. Ia menghela nafas karena bahkan baru saja bangun tidur, keluar rumah, masuk lagi, menyeruput kopi, melihat istri, ia telah mendapatkan golden time-nya yang ketiga.
Hari masih tetap pagi ketika ia bersiap memasuki golden time-nya yang ke empat, yang terletak di kamar tidur anak-anaknya. Anak-anak generasi baru, yang bangun tidurnya selalu lebih terlambat dibanding orang tuanya. Tapi keterlambatan itu tak pernah ia tafsirkan sebagai kemalasan, melainkan sekadar sikap manja seorang anak, yang untuk bangun pun butuh disambangi. Anak butuh terus ditengok, disayangi, bahkan sejak bangun tidur hingga tidur lagi.
Maka kesempatan itu tak pernah ia lewatkan; membangunkan anak-anaknya dengan kegembiraan. Dengan menggoda, bercanda dan menularkan kesegaran yang telah lebih dulu ia dapatkan. Ia tak ingin anak-anak itu bangun dalam keadaan penat dan tertekan serta gemetaran menghadapi tekanan hari-hari nanti. Ia ingin seluruh keluarganya memulai hari dengan sebuah rasa sigap: bahwa dengan perasaan siap, semua tekanan hari ini akan mudah diatasi.
Ia percaya, kegembiraan, kesegaran adalah sesuatu yang bisa dialirkan, dipertukarkan. Ia ingin, kesegaran yang ia rasakan di pagi itu, juga menjadi kegembiraan anak-anak dan seluruh keluarganya.
Jika dalam sepagi ini, teman ini telah memperoleh golden time-nya berkali-kali, berapa kali lagi ia akan memperolehnya di siang, sore dan malam hari nanti?
(Prie GS/Cn07)
------------------
Sumber : Suaramerdeka.com
0 Comments:
Post a Comment
<< Home