Arman
Oleh : Asro Kamal Rokan
Rabu, 23 Februari 2005
Teman-teman dekat memanggilnya Arman. Nama lengkapnya: Abdul Rahman Saleh. Putra Pekalongan yang dilahirkan pada 1 April 1941 ini telah membintangi 10 judul film. Ia juga menulis cerita pendek, belasan naskah drama, dan skenario film layar lebar.
Satu skenarionya berjudul Cinta Putih, diangkat ke layar lebar oleh sutradara Chairul Umam.Arman suka membaca karya sastra dan berkawan, antara lain, dengan Rendra, Taufiq Ismail, Putu Wijaya, Chairul Umam, dan Amak Baljun. Ia juga wartawan, namun memilih jalur hukum menjadi ketua LBH Jakarta, hakim agung, dan kini jadi jaksa agung. Ia dikenal bersih dan lurus.
Arman tidak lagi menulis naskah drama atau mencatat suatu peristiwa untuk berita. Ia telah menjadi bagian dari drama nyata dan bahkan menjadi berita. Drama pekan lalu itu berjudul: Ustaz di Kampung Maling judul yang cukup menarik, namun berubah menjadi lelucon yang tak lucu. Pekan lalu rapat kerja gabungan Komisi II dan III DPR dengan Kejaksaan Agung berakhir ricuh. Awalnya, salah seorang anggota dewan menyatakan Jaksa Agung seperti "ustaz di kampung maling". Arman tersinggung.
Ia minta pernyataan itu dicabut, apalagi ia merasa kalimat tersebut berkali-kali diucapkan. Siang itu saja dua kali diucapkan. Arman berusaha tenang, tapi Kepala Kejati Aceh, Andi Amir --yang beberapa keluarganya tewas karena tsunami-- marah dan menyatakan, ''Saya bukan penjahat!'' Maka, kericuhan pun terjadi. Drama tanpa skenario mudah-mudahan demikian-- berlanjut beberapa hari kemudian. Bahkan, berkembang menjadi aneh, tak terkontrol. Bayangkan, persoalan sederhana itu berlanjut dengan tuntutan agar Presiden memecat Arman. Alasan anggota dewan, Jaksa Agung telah melakukan contempt of parliament dan bahkan ada kemungkinan dianggap melakukan pelanggaran KUHP. Lha?
Itulah hebatnya anggota dewan. Atas nama imunitas, mereka memiliki hak untuk berbicara, melucu, menyindir, marah, bahkan bila perlu merendahkan rekan kerjanya --meski rapat tersebut terbuka dan diliput pers. Tapi, tidak untuk rekan kerjanya. Mereka harus berlaku santun, tertib, dan tak punya hak untuk marah. Saya mengenal Arman sebagai orang yang sabar. Ia tidak suka memotong pembicaraan, tidak suka menonjolkan diri. Lebih dari itu, ia sangat sederhana. Pernah suatu kali, saya mengatakan bahwa ia kurang memiliki keberanian menuntut konglomerat hitam. Arman tidak marah, tapi justru menjelaskan langkah-langkahnya yang membuat saya malu atas dugaan keliru tersebut.
Ketika kejaksaan mulai mengusut sejumlah bupati dan anggota DPRD yang diduga melakukan korupsi saya kirim pesan singkat (SMS) ke telepon genggamnya: Bang Arman, Anda akan diserang. Jangan ragu, bangsa ini harus bersih.Sulit bagi saya memahami, ketika Arman --dengan segala tekadnya untuk memberantas korupsi, keterbatasannya, dan sistem yang harus terus dibenahi diminta mundur oleh anggota dewan yang merasa tersinggung. Arman tidak lagi menulis naskah drama. Ia kini sendiri dan menahan diri. Setelah kericuhan di DPR, Arman mungkin harus menulis lagi skenario film. Jika dahulu filmnya berjudul Cinta Putih telah diangkat sutradara Chairul Umam ke layar lebar, maka judul berikutnya: Tak Mudah Memberantas Korupsi!
---------------
Sumber : Republika.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home