Monday, August 22, 2005

Selamat Siang, Meneer Bot!

Senin, 22 Agustus 2005

Oleh : Ahmad Tohari

''Tumben,'' kata orang Betawi, ''ada pejabat tinggi pemerintah Belanda datang dan ikut menghormati perayaan HUT kemerdekaan RI''. Pejabat pemerintah Belanda itu adalah Menteri Luar Negeri Bernard Bot yang konon kelahiran Indonesia. Tanggal 16 Agustus kemarin Meneer Bot datang atas nama pemerintah Belanda untuk memberi pengakuan kemerdekaan Indonesia yang dicapai sebagai buah proklamasi 17 Agustus 1945. Selama ini pemerintah Belanda tidak mau mengakui adanya Proklamasi Kemerdekaan RI. Mereka hanya menganggap Indonesia memiliki pemerintahan sendiri setelah Belanda menyerahkan kedaulatan RI kepada Bangsa Indonesia pada 19 Desember 1949. Begitulah. Dan lumayan, sekarang Belanda berubah sikap. Tapi kita jadi ingin bertanya, ada apa ini?

Apa yang terungkap dari kedatangan Menlu Bernard Bot tadi mengingatkan saya akan Meneer Paul Maria Verhaar (alm) seorang teman dari Den Haag, Belanda, yang dulu dua tahun sekali datang ke rumah saya di Banyumas. Paul juga berpendapat seperti itu; Indonesia mencapai kemerdekaannya pada 19 Desember 1949, bukan 17 Agustus 1945. Bukan hanya itu, dia juga bilang Belanda tidak menjajah Indonesia selama 3,5 abad seperti yang kita yakini selama ini. Dia bilang, Belanda menjajah Indonesia sejak tahun 1799.

Sebelum itu yang menguasai Indonesia sejak awal abad ke-17 adalah kongsi dagang swasta yang bernama VOC atau Verenigde Oost-Indische Compagnie. Jadi menurut Paul, dan sangat mungkin juga menurut semua orang Belanda, mereka menjajah kita hanya selama 1,5 abad. Malah sambil tertawa Paul mengatakan, penguasaan Belanda atas Indonesia sebenarnya baru mulai setelah usai Perang Aceh pada akhir abad ke-19.

''Itu pendapat kamu kan?'' bantah saya.
''Bagi kami, VOC ya Belanda. Apalagi, meskipun hanya sebuah kongsi dagang nyatanya VOC atau kompeni punya bentuk seperti lembaga pemerintah, punya struktur kekuasaan, punya tentara, punya armada perang. Jadi bagi bangsa Indonesia, bangsamu memang menjajah kami selama 3,5 abad, yakni sejak kedatangan VOC pada awal abad ke-17 sampai proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.''

Entahlah, mungkin karena Paul sudah lama jadi teman, lagi pula sikapnya sangat terbuka, saya berani bicara amat lugas kepadanya. Saya katakan, penjajahan Belanda di Indonesia bukan hanya mengakibatkan kerugian jiwa serta material yang luar biasa besar bagi bangsa ini. Hitunglah kerugian jiwa dan harta benda akibat ''pelayaran Hongi'' di Maluku untuk menegakkan monopoli rempah-rempah. Siapa yang menentang monopoli dibunuh. Bila di pasaran rempah-rempah mengalami over productie, pohon pala dan cengkih harus ditebang.

Hitunglah kerugian harta benda dan jiwa akibat cultuur stelsel yang diberlakukan terutama di Kabupaten Lebak, Banten. Juga pecahnya kerajaan-kerajaan di Jawa, Sulawesi, Sumatra akibat politik devide et impera.

Tapi masih ada kerugian yang lebih besar yakni rusaknya kultur dan moralitas orang Indonesia. Akibat penindasan oleh Belanda yang sangat lama, manusia Indonesia seperti terkena sindrom rakyat jajahan; kurang percaya diri dan tidak mudah menegakkan kepala di tengah pergaulan antarbangsa. Dan satu kerugian besar yang jarang disadari oleh bangsa Indonsia sendiri adalah musnahnya tradisi bahari. Dulu bangsa Indonesia adalah bangsa pelaut.

Sebelum VOC datang armada laut Indonesia sudah merambah samudra sampai ke Cina, Madagaskar, dan Filipina. Pati Unus dari kerajaan Demak mampu membuat kapal sangat besar untuk menyerang penjajah Portugis di Malaka. Namun setelah kedatangan VOC armada laut Indonesia makin surut karena dalam pertempuran selalu kalah dalam persenjataan. Bahkan akhirnya tradisi bahari bangsa Indonesia lumpuh. Para pelautnya dipaksa hidup di darat menjadi petani. Kultur bahari yang mendorong semangat dagang nyaris punah. Hubungan antarbangsapun putus. Bangsa Indonesia kemudian benar-benar menjadi inlander.

Mendengar omongan saya, Paul tidak berkomentar. Tapi dari wajahnya saya tahu dia benar-benar mau mengerti. Dia juga hanya tersenyum ketika saya bilang, ''hibah Belanda'' -- semacam bantuan dana untuk dunia pendidikan di Indonesia, hendaknya jangan dianggap sebagai kemurahan hati bangsanya. Sebab jumlah amat tidak seimbang dengan jumlah kekayaan bangsa Indonesia yang diboyong ke Belanda selama ratusan tahun. Ah, selamat siang Meneer Bot.



------------------
Sumber : www.Republika.co.id

0 Comments:

Post a Comment

<< Home