Saturday, September 24, 2005

Berobat Hingga Jauh Ke Negeri Singa

Semula saya menduga, orang-orang yang berobat ke luar Negeri hanyalah orang-orang bergaya hanya karena banyak duitnya. Tapi cerita kawan saya ini menggeser pemahaman saya. Ia memang orang berduit, tapi bukan orang bergaya. Meskipun banyak duitnya, ia jenis manusia bersahaja. Tapi lepas dari punya duit atau tidak, ia orang yang sakit.

Ada kanker ganas di tubuhnya. Dan ia ingin sembuh. Keinginnannya sembuh ini, pasti mendahului keinginnannya untuk bergaya. Maka datanglah ia ke seorang dokter di kotanya. Dokter yang menurutya terbaik. Tapi karena dokter ini adalah dokter terbaik maka ia merasa tak perlu menyentuh seluruh hasil lab yang dibawa pasien. Ia mengaku telah ahli. Hanya dengan sekali lirik, ia telah mengaku paham. Dan dengan tingkat kepahaman itulah ia merasa bisa menyembuhkan pasien sambil merendahkannya. Merendahkan orang yang membayarnya. Ini luar biasa!

Dokter ini keliru. Karena ternyata sakit kanker, betapapun ganasnya, tak ada apa-apanya dibanding dengan sakit hati. Maka ia memutuskan selamat tinggal kepada dokter ini dengan segumpal kemarahan. Kemarahan inilah yang menuntut dia mencari teman-teman pengidap kemarahan yang sama. Maka segeralah cerita yang sama dari dokter yang sama bermunculan dari gang orang sakit yang sakit hati. Betapa dokter itu memang amat piawai menyakiti hati pasiennya. ''Ketika saya memangis karena sakit saya, ia menghardik saya. Tak usaha menangis, kalau tidak sembuh paling juga mati,'' kata si teman ini, menirukan kata-kata dokter yang memang akan ia kenang sampai mati.

Maka rombongan sakit hati inilah yang sekarang memilih Singapura sebagai rumah sakit mereka. Karena di sinilah ia melahat sebuah proses penyembuhan yang menyembuhkan. Bukan kesembuhan yang menyisakan kemarahan. ''Dokter sepintar itu, masih mau meneliti hasil lab saya satu-persatu,'' kata si teman ini. Ia mengaku, baru saja masuk ruang pemeriksaan, energi kesembuhan telah didapatkan dari seluruh keramahan yang merebak di sekujur ruangan. ''Tak perlu ada yang dicemaskan,'' kata si teman ini masih menirukan. Pendek kata, dokter itu, tidak cuma mengobati, tapi juga menghibur dan ini dia: melayani!

Kita tahu, semua jenis keramahan ini harus membayar! Jadi sebetulnya tidak ada yang aneh dari semua jenis keramahan bayaran. Seluruh staf hotel. Mulai dari manajer hingga cleaning service, memiliki keramahan mengagumkan. Tapi orang-orang ini pasti akan segera menendang kita keluar ruangan jika kita ketahuan nginap tidak bayar. Jadi, keramahan adalah soal yang sederhana jika cocok bayarannya.

Saya jamin, saya akan menjadi amat ramah kepada siapa saja jika tahu bahwa ceramah saya dibayar tinggi. Tidak cuma ramah, saya malah mau saja beriskap mulia. Tapi jika bayaran itu cuma ucapan terimakasih plus plakat dan piagam, saya juga siap menjadi orang yang paling bersungut-sungut di dunia. Tega mengumpat dan kalau perlu mengutuk panitia!

Jadi keramahan dokter-dokter di Singapura itu adalah soal yang standar saja. Tidak ada yang aneh dan istimewa. Yang aneh ya kita ini, sudah dibayar malah menghina pembayarnya. Dokter jenis ini bisa jadi sanggup mengobati kanker, tapi untuk apa jika ia meninggalkan sakit yang jauh lebih berbaya: sakit hati! Dokter semeacam ini pasti sedang terjangkit penyakit kerancuan logika. Sudah bersikap angkuh, minta dibayar pula. Jangan-jangan sudah angkuh, minta dibayar, maish gagal menyembuhkan pula. Sebtulnya angkuh tidak mengapa asal gratis. Anggap saja impas! Ini tidak. Sudah sakit, disakiti, diminta membayar pula. Luar biasa!

Orang seperti inilah yang membantu memiskinkan negara karena merangsang orang-orang untuk menghamburkan devisa, menyebabkan capital flight! Jadi, di tengah kemiskinan negara seperti ini, para pembuat capital flight itu boleh disejajarkan dengan penjahat negara.

Semula saya menyangka, orang-orang yang berobat ke luar negeri, adalah selalu orang yang angkuh. Tapi ternyata, sebagian di antara mereka, adalah orang-orang yang dilukai di negerinya sendiri. (Prie GS)


--------------------
sumber : www.suaramerdeka.com

0 Comments:

Post a Comment

<< Home