SIKAP KELIRU KAUM MUSLIM TERHADAP AL-QUR’AN
Oleh: Muhammad Lazuardi Aljawi
Ramadhan tahun ini kembali dianugerahkan Allah kepada kaum Muslim. Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan rahmat dan kemuliaan, bulan kemenangan, dan bulan ibadah. Allah SWT menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi umatnya atas amal-amal shalih mereka di bulan mulia ini. Allah juga menciptakan Lailatul Qadar, bagian penting dari bulan mubarak ini. Pada bulan Ramadhan ini pula Allah Swt. menurunkan Al-Quran yang merupakan panduan, penuntun, inspirasi serta pijakan bagi kaum Muslim untuk meraih derajat kemuliaan dan menghinakan kekuatan kaum di luar Islam.
Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat suatu kaum dengan Al-Qur'an ini dan dengannya pula Allah menjatuhkan kaum yang lain. (HR Muslim).
Ramadhan kali ini pun seharusnya dijadikan momentum untuk introspeksi, restrospeksi sekaligus refleksi terhadap Al-Quran, baik perorangan, kelompok maupun bangsa dalam melakukan usaha-usaha perbaikan dan perubahan menuju pada kondisi yang lebih baik.
Namun, akhir-akhir ini peran Al-Quran terasa berkurang keberkahannya- Apa yang digambarkan oleh hadis di atas tidak kelihatan. Umat Islam menjadi umat yang lemah dan dihinakan oleh kaum-kaum lain.
Lalu dalam kondisi yang bagaimana Al-Quran dapat 'menguatkan' kembali kaum Muslim?
Beberapa Sikap Keliru Terhadap Al-Quran
1. Diperingati turunnya, tetapi diabaikan isinya.
Sudah menjadi tradisi, setiap bulan Ramadhan, turunnya Al-Quran dirayakan secara seremonial. Al-Quran dibaca dan didendangkan dengan merdu di arena MTQ, tadarusan al-Quran juga marak, dsb.
Namun sayang, aktivitas tersebut tidak diikuti dengan pemahaman atas maksud diturunkannya Al-Quran. Al-Quran yang diturunkan sebagai solusi atas persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, justru dijauhkan dari kehidupan. Sebagai implikasinya, isi Al-Quran diabaikan. Pengabaian terhadap isi kandungan Al-Quran dapat berbentuk menolak untuk membenarkannya; tidak men-tadabburi dan memahaminya; serta tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya.
2. Dibaca, tetapi tidak dipahami dan diamalkan.
Al-Quran adalah kalamullah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi saw., yang diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya tergolong ibadah. Memang benar, bagi seorang Muslim, sekadar membacanya saja berpahala. (Lihat: QS al-Fathir [35]: 29).
Akan tetapi, yang dituntut oleh Islam selanjutnya adalah penerapan atas apa yang dibaca. Sebab, Al-Quran bukan kumpulan pengetahuan semata, tetapi petunjuk hidup bagi manusia. Al-Quran tidak hanya sekadar dibaca dan dihapalkan saja, melainkan harus dipahami dan diamalkan fsinya dalam kehidupan sehari-hari. Nabi saw. bersabda:
Aku telah meninggalkan dua perkara; jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya (HR Malik).
3. Diklaim sebagai pedoman hidup, tetapi tidak dijadikan sebagai sumber hukum untuk mengatur kehidupan.
Biasanya, sering kita mengatakan atau mendengar bahwa Al-Quran berfungsi sebagai pedoman hidup. Namun, Al-Quran juga sering hanya diambil aspek moralnya saja dan tidak dijadikan sebagai sumber hukum untuk mengatur kehidupan. Padahal Allah Swt. telah berfirman:
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda antara yang haq dan yang batil. (QS Al-Baqarah [2]: 185).
Sayang, kebanyakan kaum Muslim sekarang ini tidak acuh terhadap Al-Quran. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang mengibarkan, peperangan terhadap Al-Quran. Mereka mencoba menakwilkan dan mengubah-ubah isi Al-Quran yang telah jelas maknanya. Mereka berusaha menundukkan Al-Quran agar sesuai dengan hawa nafsu mereka. Tak henti-hentinya mereka mendeskreditkan hukum-hukum agung yang lahir dari Al-Quran.
Bahkan, sebagian besar di antara mereka lebih mencintai dan bekerja keras dalam mengupayakan terwujudnya cita-cita demokrasi, sekularisme dan HAM dari Barat dibandingkan dengan mencintai dan bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita Islam yang terkandung di dalam Al-Quran. Padahal, demokrasi adalah ideologi prasejarah (sebelum Masehi) yangjelas-jelas bertentangan dengan fitrah manusia.
Demikian juga HAM. la adalah alat politik orang kafir untuk mengebiri dan memasung ajaran Al-Quran. Di samping itu, HAM menyebarkan kebebasan yang sangat rendah, bahkan lebih rendah daripada binatang.
Pada hakikatnya, orang yang menolak aturan-aturan Allah dan menggaritinya dengan hukum-hukum buatan Barat adalah orang yang mendustakan dan menyombongkan dirinya di hadapan ayat-ayat-Nya. Orang-orang semacam ini tidak mungkin bisa masuk surga Allah, sebagaimana tidak mungkinnya unta masuk ke lubang jarum. Allah Swt. berfirman:
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan pintu-pintu langit (ampunan) dan mereka tidak pula akan masuk surga hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah kami membalas orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS Al-A'raf [7]: 40).
Al-Quran adalah sumber hukum yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Karena itu, yang seharusnya terbayang dalam benak kita adalah bagaimana kita menjalankan Islam saja, sebagaimana firman-Nya:
Siapa saja yang menjadikan selain Islam sebagai dien (agama, sistem hidup) maka tidak akan diterima apapun darinya dan dia di akhirat termasuk orang yang merugi. (QS Ali Imran [3]: 85).
Allah Swt. juga berfirman:
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50).
Dari dua ayat di atas tampak jelas bahwa kita diminta untuk berhukum pada apa saja yang telah Allah Swt syariatkan melalui Al-Quran dan al-Hadits; bukan sepotong sepotong, tetapi seluruhnya.
4. Dijaga fisiknya dari pemalsuan, tetapi tidak dijaga kandungannya dari berbagai penyimpangan.
Allah Swt. telah berjanji akan menjaga otentisitas Al-Quran dari segala bentuk pemalsuan, sebagaimana firman-Nya:
Kamilah yang telah menurunkan Al-Quran dan Kami pula yang akan menjaganya. (QS al-Hijr [ 15]: 9).
Namun, tugas dan tanggung jawab umat Islam tidak terbatas hanya menjaga otentitas Al-Quran. Umat Islam juga harus menjaga kandungannya dari berbagai penyimpangan, seperti menjaga Al-Quran dari penafsiran liberal yang malah menodai kesucian Al-Quran.
Mengapa Bisa Terjadi?
Ada beberapa sebab mengapa semua hal itu dapat terjadi, di antaranya:
1. Masuknya paham sekular.
Salah satu alasan mengapa umat keliru dalam menyikapi Al-Quran adalah masuknya gagasan-gagasan yang bersumber dari ideologi Kapitalisme-sekular ke dalam benak kaum Muslim dalam berbagai level. Dilihat dari bahan dasarnya, sekularisme berangkat dari anggapan bahwa manusia dapat mengatur diri mereka sendiri.
Pada level masyarakat kebanyakan, Islam telah lama dikenalkan hanya sebagai agama ritual dan spiritual belaka, terutama didunia pendidikan, sejak level dasar hingga perguruan tinggi. Padahal Al-Quran telah mengajarkan keyakinan bahwa manusia tidak dapat mengatur diri mereka sendiri tanpa bantuan aturan yang datang dari sang Pencipta. Perlu digaris bawahi bahwa kekuatan Islam sebenarnya terletak pada kekuatan otoritas ajaran (wahyu Al-Quran). Ini berarti, bahwa sejak awal sekularisme telah bertentangan dengan Islam, dengan Al-Quran.
Di sisi lain, ide-ide turunan sekularisme seperti pascamodernisme yang menjadikan relativisme dan pluralisme sebagai paradigma berpikir serta hermeneutika sebagai metode penafsiran telah mempengaruhi cara berpikir sebagian kalangan intelektual muslim modernis liberal yang telah ter-Barat-kan. Dengan ide-ide tersebut mereka menancapkan keragu-raguan terhadap otentisitas dan validitas Al-Quran sebagai wahyu yang bersumber dari Zat yang Mahabenar, yakni Allah Swt. Karena itu. mereka intens menyerukan gagasan desaklarisasi Al-Quran'. Bagi mereka, siapapun layak mengeksplorasi gagasan-gagasan Al-Quran berdasarkan perspektif masing-masing tanpa harus terikat dengan kaidah dan metode penafsiran Al-Quran. Terjadilah pemerkosaan terhadap teks-teks Al-Quran oleh para pengusung gagasan sekularisme.
Pada level pemerintahan, para penguasa di negeri-negeri Islam tidak pernah tertarik untuk menerapkan Al-Quran dalam sistem pemerintahan dan negara. Mereka juga lebih banyak bergantung dan cenderung mengabdi pada kepentingan Barat ketimbang pada kepentingan Islam clan kemaslahatan kaum Muslim. Sikap islamophobia juga masih terasa sangat kental di kalangan penguasa, yang tentu saja tidak lepas dari tekanan negara-negara Barat yang berideologi kapitalis-sekular.
2. Rutinitas tanpa bekas.
Kita melihat banyak tradisi di masyarakat berkaitan dengan Al-Quran seperti tradisi membaca Al-Quran secara kolektif (tadarus)yang marak terutama pada bulan Ramadhan, tradisi khataman Al-Quran untuk memperingati momen tertentu, bahkan setiap tahun momentum turunnya ayat Al-Quran (Nuzulul Quran) diperingati sebagai hari besar keagamaan nasional.
Anehnya, aturan hidup yang terdapat di dalam Al-Quran sendiri malah dicampakkan. Bahkan orang-orang yang menyerukan untuk menegakkan hukum-hukum Al-Quran (syariah Islam) sebagai hukum positif menggantikan hukum sekular saat ini sering dituduh sebagai pengkhianat.
Dalam Al-Quran, Allah SWT memberikan perumpamaan sebagai pelajaran:
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya (tidak mengamalkan isinya), adalah seperti keledai yang membawa kitab kitab yang tebal.( Amat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS al-Jumu'ah [62] : 5).
Melalui ayat di atas, kita dapat memahami bahwa kaum yang memikul wahyu tanpa melaksanakannya adalah laksana hewan. Tak dapat dibayangkan, jika ada orang yang mengatakan kepada kita, "Anda ini seperti keledai !" Tidakkah kita tersinggung? Apa yang ada di lubuk hati kita saat itu?
Apalagi yang menyatakan seperti itu bukanlah manusia, melainkan Allah Swt yang kita harapkan keridhaan-Nya?
Apa yang ada dalam perasaan kita pada waktu kita tidak melaksanakan Al-Quran, lalu Allah Swt. mengumpamakan kita Apa yang ada dalam perasaan kita pada waktu kita tidak melaksanakan al-Quran, lalu Allah Swt. mengumpamakan kita seperti keledai? Orang yang beriman, bertakwa dan rindu akan ridla Allah Swt. sejatinya akan meneteskah air mata jika disebut begitu oleh Zat yang diharapkan ampunan-Nya.
3. Mistikasi Al-Qur'an.
Sebagian kaum Muslim yang telah rendah taraf berpikirnya menjadikan Al-Quran tidak sebagai tuntunan/pedoman dalam hidup, tetapi sekadar sebagai 'kitab' mistik'. Al-Quran hanya disimpan dan digunakan untuk hal-hal yang berbau mistik semisal menjadikannya sebagai jimat, penolak bala' mengusir setan, dsb.
Sebaliknya, Al-Quran tidak dijadikan sebagai 'pengusir' berbagai macam aturan yang diterapkan di tengah-tengah saat ini seperti sekularisme, Kapitalisme, liberalisme, demokrasi, HAM dan lainnya.
4. Tidak ada institusi (negara) yang menerapkan Al-Qur'an.
Al-Quran berisi sistem kehidupan yang harus diterapkan. Di dalamnya terdapat hukum-hukum yang mengatur seluruh segi dan dimensi kehidupan (QS an-Nahl [ 16]: 89). Berbagai interaksi yang dilakukan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, maupun dengan sesamanya, semua berada dalam wilayah hukum Al-Quran.
Dikutip dari : Majalah Al-Wa'ie
Sumber : AssalamOnline
1 Comments:
terima kasih sharing ilmunya...
saya membuat tulisan tentang "Mengapa Pahala Tidak Berbentuk Harta Saja, Ya?"
silakan berkunjung ke:
http://achmadfaisol.blogspot.com/2008/08/mengapa-pahala-tidak-berbentuk-harta.html
salam,
achmad faisol
http://achmadfaisol.blogspot.com/
Post a Comment
<< Home