Pagi ini Takkan Kembali
Publikasi: 23/08/2004 07:41 WIB
eramuslim - Pagi ini sama sekali tidak bersahabat. Mendung tiba-tiba menggarang. Hujan deras yang turun seolah menahan langkah kaki untuk beranjak menuju tempat kerja. Mau tidak mau harus kutunggu dengan sisa kesabaran ini. Kemeja rapi, backpack, sepatu licin, rambut kelimis pasti seratus meter juga basah semua.
Kucoba duduk tenangkan diri di beranda kostku. Sesekali kutatap display HP, sudah pasti terlambat. Kulayangkan pandangan ke seberang jalan setapak di depan rumah. Ternyata hujan tidak bisa bertelepati dengan kepentinganku, dan mungkin kepentingan semua orang pagi itu, deras dan kian deras. Payah.
Tiba-tiba sesosok kakek melangkah di depanku tanpa atasan, hanya dibalut celana tuanya membuyarkan lamunanku seketika. Tetesan pagi itu tak pelak menghujani tubuhnya yang sudah kelihatan berumur. Aku sempat kaget karena dengan tubuh rentanya dia berani beraktivitas di bawah guyuran hujan.
"Pak, nggak dingin Pak? Apa nggak tunggu reda dulu?"
"Apa ?"
"Ya, nggak tunggu reda dulu," jawabku lebih lantang tanpa mengurangi rasa hormatku padanya. Karena memang derasnya mengganggu pembicaraan, selain itu juga memang pendengarannya sudah agak berkurang.
Dia bapak kostku, seorang betawi tulen pemilik tanah di sekitar rumahnya. Pekerjaannya sehari-hari hanya beternak ayam kampung di depan rumah, mengurusi kebun pisangnya di belakang sana, entah dimana belum pernah kulihat tempatnya, dan melakukan beberapa pekerjaan sederhana lainnya sekedar untuk mengisi kekosongan waktunya. Dan yang membuatku salut, selama dua tahun aku kost, memang dia tidak pernah mengeluh sakit apapun.
"He he, kerja nggak kerja ni ujan nggak bakalan reda. Jangan tungguin ujan, udah turun. Basah bisa dikeringin ini. Waktu nggak bisa balik lagi, he he he".
Senyum renyahnya tetap menghiasi kerutan wajahnya yang telah merekam banyak cerita. Dia tahu banyak hal. Mungkin ini salah satu pengalaman berharga yang ia dapat sepanjang hidupnya bahwa pagi ini tidak akan kembali.
Aku hanya bisa tersenyum membalas kalimatnya yang terakhir. Segera kusadarkan dan kugerakkan diri, doing something dude! Kuambil segera raincoat dan kurapikan diri kembali di kamar. Kali ini kupersiapkan mode hujan. Dan ketika aku kembali ke beranda siap dengan segala perlengkapan. Reda!.
Aih, ternyata tidak perlu kita berkompromi dengan hujan, cukup niat kita untuk melakukan yang terbaik dan Dia Sang Pemilik Hujan akan memberikan jalan yang terindah.
"Mari Pak berangkat dulu, udah reda Alhamdulillah. Assalamu'alaikum!" pamitku kepada bapak kost. What a wonderful morning. Pagi ini banyak yang bisa aku lakukan dengan atau tanpa halangan.
Feli Alfalah
feli@indosatm2.com
yang mencoba memahami pagi-pagi terindah
-----------------
Sumber : Eramuslim.com
0 Comments:
Post a Comment
<< Home