Meluruskan Tujuan Berdoa
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
SESUNGGUHNYA Allah senantiasa menyediakan berbagai jalan pada hamba-Nya agar makin dekat kepada-Nya. Sedikitpun Dia tidak bermaksud zalim pada hamba-Nya karena Maha Suci Ia dari sikap zalim.
Perubahan dirilah yang senantiasa perlu kita camkan dalam diri ketika kita punya keinginan. Pikirkan secara baik dan benar, apa yang harus kita ubah dari diri kita.
Ketika kita ingin mendapat tempat yang layak di mata masyarakat, jangan pikirkan nama kita agar segera harum. Namun coba renungkan baik-baik, misalnya, pakaian kita yang tadinya terlihat kotor dan tidak karuan, diganti dengan yang lebih bersih, rapih dan santun. Demikian pula yang tadinya kita jarang mengenal tetangga sebelah rumah, mulailah bersilaturahmi.
Ketika kita ingin kesejahteraan kita meningkat, janganlah pusing-pusing bertanya, "Kenapa atasan tidak juga menaikkan gaji kita? Mengapa tunjangan tak kunjung datang? Segera, susun strategi kerja yang produktif, disiplin dan tepat waktu. Perbaiki pula komunikasi kita antar teman sekantor dan para atasan.
Begitupun tatkala Allah mengaruniai kita keinginan untuk menikah. Janganlah berkeluh kesah, merana sengsara, karena calon pasangan sedikitpun tak nampak di pelupuk mata. Bahkan orangtua pun tidak terlihat berinisiatif mencarikan. Atau malah mengeluh seperti ini, "Apa Allah tidak tahu saya sudah butuh pasangan hidup?"
Mulailah introspeksi diri. Evaluasi, apakah kita sudah layak jadi seorang istri? Jadi seorang suami? Padahal bisa jadi pribadi kita masih terlihat manja, masih kuat rasa egois, juga melihat anak-anak pun masih terasa pusing.
Berpikirlah masak-masak. Pantaskah kemudian Allah menikahkan saya? Kalau mengurus diri saja belum bisa, untuk apa? Maka, sibukkan diri, benahi diri, pelajari kewajiban suami maupun istri, juga yang berhubungan dengan masalah-masalah kerumahtanggaan.
Jangan sekali-kali kita buruk sangka (su'udzan) kepada Allah kalau Ia menghalangi jodoh kita. Kalau memang sudah layak, tentu Allah akan memberikannya. Toh, Allah tidak pernah memberikan suatu amanah melainkan pasti menyediakan kita sarana untuk menunaikannya.
Walhasil wahai sahabat, ketika kita berdoa yang pertama paling penting ialah bukan datangnya barang yang kita minta, atau lenyapnya kesulitan yang menimpa. Yang justru paling utama ialah meningkatnya kedekatan diri kita kepada Allah SWT.
Banyak dari kita yang telah berpuluh tahun hidup, barang melimpah, uang selalu tersedia, pujian dan penghargaan terus berdatangan, namun semuanya dirasakan hampa. Itu karena kita mendapatkannya tanpa berdoa, tanpa komunikasi dengan-Nya. Akibatnya, semua nikmat tersebut tidak kita rasakan sebagai sebentuk kasih sayang Allah. Padahal, bila kita pahami secara mendalam kekayaan yang sebenarnya ada pada mengenal Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa dan Maha Agung. Allahu Akbar!
Jadi, hakikatnya doa ada pada bagaimana kita semakin dekat pada-Nya. Akibatnya ialah, akhlak kita akan terlihat dan terasa makin tinggi, cemerlang. Masalah kebutuhan duniawi? Toh, Ia tak pernah lupa memberi.
Ambil contoh, kita tidak berdoa meminta makanan, ternyata ada saja yang memberi makan. Dulu kita tidak memohon baju, tetap saja Allah menyediakan jalan agar kita berpakaian. Sungguh, ada nilai yang lebih hakiki dari doa. Yaitu, perubahan di diri kita menjadi lebih baik, lebih bermutu, lebih cemerlang dan lebih dekat kepada Allah SWT. Dalam hal ini, Ibn Ath-Tha'ilah menuturkan: "Bukan tujuan utama itu hanya sekadar minta berdoa. Tapi tujuan yang utama adalah agar Engkau mengetahui adab/tatakrama terhadap Tuhanmu."
Demikianlah sahabat pembaca, semoga uraian sederhana ini dapaat bermanfaat. Dan yang lebih utama, semoga kita dapat senantiasa memperbaiki kualitas ibadah kita. Sehingga do'a-do'a kita Insya Allah akan memiliki kekuatan. Wallahua'lam***
(am)
-------------
Sumber : Waspada.co.id


0 Comments:
Post a Comment
<< Home