Monday, January 17, 2005

Mencari Ketetapan Hati

Oleh KH. Abdullah Gymnastiar

SETIAP hari manusia mengalami suatu kondisi yang mengharuskannya untuk mengambil keputusan. Dan tak jarang dalam prosesnya kita mengalami berbagai hambatan dalam mencari ketetapan hati. Coba kita pikirkan, berapa kali kita mengambil keputusan dalam sehari ? Mulai dari bangun sampai tidur kembali? Saat mata kita terbuka saja kita sudah dihadapkan pada dua pilihan, melanjutkan tidur dengan menarik kembali selimut kita atau segera bangun berwudhu untuk shalat malam atau shalat Subuh.

Semua tergantung pada kita selaku pengambil keputusan. Dan biasanya, saat keputusan tersebut telah ditetapkan, kita mempunyai sejumlah alasan yang mendasarinya. Misalnya, kita memilih lebih baik tidur kembali dengan alasan jam tidurnya masih kurang atau sebaliknya kita memilih untuk shalat malam atau segera shalat Subuh dengan alasan bahwa shalat malam atau shalat Subuh merupakan satu ibadah yang dapat membuat kita lebih dekat lagi kepada Allah Azza wa Jalla.

Contoh kasus tersebut di atas hanyalah sebentuk pengambilan keputusan yang melibatkan kita sebagai pribadi. Jadi, apapun keputusan yang kita ambil adalah tanggungjawab kita selaku hamba pada khaliknya dan pengaruhnya tidak luas. Lain halnya kalau perkara pilihan melibatkan orang banyak.

Maka, dalam Islam, prosedur yang tepat ialah dengan melaksanakan shalat istikharah merupakan shalat dua rakaat yang kita kerjakan saat kita menghadapi permasalahan penting dalam memilih suatu keputusan yang berdampak besar. Dengan shalat ini kita meminta petunjuk dan bimbingan Allah agar keputusan yang berdampak besar. Dengan shalat ini kita meminta petunjuk dan bimbingan Allah agar keputusan yang kita ambil menjadi satu kebenaran dan mendapat ridha dari-Nya.

Adapun sebelum melakukan istikharah, pertama-pertama kita perlu mengikhlaskan hati dengan niat yang benar serta yakin akan keputusan dan petunjuk Allah SWT yang kelak diberikan pada kita. Serahkan semua permasalahan kepadaNya. Apapun yang telah Allah tetapkan untuk kita kelak, kita harus menerimanya dengan yakin bahwa itulah yang terbaik yang ia tetapan untuk kita kelak, kita harus menerimanya dengan yakin bahwa itulah yang terbaik yang ia tetapkan untuk kita. Sebab hanya Allah yang dapat memberikan limpahan karunia kebaikan buat hamba-hambanya.

Kemudian, jawaban dari istikharah yang kita lakukan terkadang muncul melalui mimpi atau dari jalan lain yaitu tumbuhnya suatu keyakinan yang mantap dalam diri yang bakal memotivasi kita untuk mengambil keputusan itu dari permasalahan yang tengah kita hadapi. Perlu diketahui bahwa mimpi itu ada tiga macam. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa jenis mimpi yang pertama adalah mimpi yang baik yaitu suatu kabar yang menyenangkan dari Allah. Kedua, mimpi yang menakutkan atau menyedihkan yang datangnya dari setan. Dan ketiga, mimpi yang timbul karena ilusi angan-angan atau khayalan kita belaka.

Oleh sebab itu, ada baiknya juga yang melaksanakan shalat istikharah tersebut tidak hanya kita. Bisa ia orang terdekat kita seperti orangtua turut melakukannya juga. Sehingga ada kemungkinan timbul penilaian objektif dari isyarat-isyarat yang kelak Allah tunjukkan pada kita. Sebab, belum tentu mimpi yang kita alami merupakan jawaban dari istikharah yang kita kerjakan. Sebab ilusi angan-angan atau khayalan kita terhadap seseorang tidak menutup kemungkinan orang yang kita angan-angani itu muncul lewat mimpi kita karena adanya keterlibatan emosi yang sangat dalam. Setelah ini semua, kita harus segera menyikapi pilihan kita dengan akhlak yang terbaik dan terpuji. Wallahu a'lam.
(am)
-------------
Sumber : Waspada.co.id

0 Comments:

Post a Comment

<< Home