Meraih Kemuliaan Diri
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
KEMULIAAN seseorang di sisi Allah tidak selalu harus menjadi milik orang-orang yang selalu berteriak mengenai masalah agama. Pada dasarnya, orang itu hanya perlu memiliki kesucian hati, kebeningan hati, kebersihan lahir dan batin, dan ia terus menjaga hubungannya dengan Allah SWT.
Boleh jadi hal semacam itu dimiliki oleh padagang yang selalu menggembirakan pembelinya. Tak ada semiligram pun hak pembeli yang terambil dari timbangannya. Selama berjual-beli ia selalu berzikir kepada Allah, sebagaimana firmanNya yang berbunyi, "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung," (Q.S. Al-Jamu'ah 10).
Atau kedudukan ini dimiliki pula oleh seorang guru TK Al Quran yang tulus membimbing anak-anak didiknya. Do'anya selalu terucap mengiringi anak yang ia didik. Ia juga tak begitu dikenal. Sehari-hari untuk menuju tempat kerjanya ia hanya menaiki angkutan umum. Mengalami rasanya kepanasan di siang terik dan basah kuyup tatkala diguyur hujan. Gajinya pun tergolong pas-pasan untuk menutupi kebutuhan hidup. Namun siapa sangka jika ia begitu terkenal di dunia para malaikat.
Mungkin juga derajat kemuliaan di sisi Allah ini dimiliki oleh seorang pasien yang tengah mengidap sakit kronis. Sebab, meski ia sakit namun tak sedikit pun terlontar keluhan dari mulutnya. Ia nikmati rasa sakit itu dengan penuh keikhlasan. Ia yakin bahwa tubuhnya itu hanyalah milik Allah semata.
Atau yang hidupnya miskin. Meski ia tak mempunyai uang sepeserpun, ia tak memiliki makanan sedikitpun, tetapi ia tetap menjaga kehormatan dan harga dirinya. Dalam kamusnya, tak ada kata meminta-minta. Sedikitpun ia tak ingin memperlihatkan kemiskinannya. Orang lain malah menganggapnya berkecukupan, padahal ia sendiri merasakan lapar.
Demikian pula bisa jadi martabat mulia ini dimiliki oleh seorang pemuda. Di kala pada masa ini orang lain dipenuhi gejolak syahwat sering hura-hura, sibuk dengan hiruk pikuknya dunia, ia justru menahan diri. Padahal wajahnya sangat rupawan, sampai-sampai banyak yang jatuh cinta kepadanya. Namun ia tetap menjaga dirinya dari menggelincirkan para wanita tersebut.
Bukankah seorang pemuda yang saleh lebih dicintai oleh Allah daripada orangtua yang saleh? Bukankah salah seorang yang masuk surga tanpa hisab adalah pemuda yang hatinya selalu terpaut pada Allah? Mungkin dialah yang lebih utama kedudukannya dibanding para ustadz atau ulama yang sehari-hari berteriak-teriak tentang masalah keagamaan sementara kelakuan dirinya sendiri tak diperhatikan.
Kedudukan ini pun bila dimiliki oleh para isteri atau sebaliknya para suami. Meski suami kurang perhatian pada isteri, atau isteri tidak mau melayani suaminya, namun mereka tetap sabar menghadapi pasangannya. Walau belanjaan isteri sangat boros, meski suami pelit membiayai kebutuhan keluarga, semua dihadapi mereka dengan sangat tabah. Memang karakter orang pada dasarnya berbeda-beda. Dan itu semua bisa menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Begitulah, mudah-mudahan kita dapat meyakini bahwa nilai kemuliaan hanyalah dapat diraih dengan hati yang bersih, dengan kebeningan hati, kemuliaan kita serta amal-amal dan ketakwaan kita kepadaNya. Sebab, tak mungkin kita bisa mendekatiNya, memohon pertolonganNya, kalau hati kita tidak bersih. Tidak akan bersih hati kita kalau hubbud dunya, kecintaan pada dunia masih bersarang di dalam hati. Dunia hanyalah tempat mampi sebentar, tak ada apa-apanya. Yang justru ada ialah amal kebaikan kita, karya nyata kita, yang ikhlas karena Allah semata. Semoga Allah Yang Maha Agung selalu memberi kemampuan kepada kita untuk tetap istiqamah di jalanNya. Sehingga kita dapat meraih ridhaNya. Amin. Wallahua'lam.
(am)
--------------
Sumber : Waspada.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home