Memakan Bangkai Saudara
Siapakah kita yang gemar bergunjing? Kita seringkali tak menyadari jika diri ini seringkali tergoda untuk membicarakan orang lain. Kita, bahkan, kerap berbisik-bisik menyingkapkan kelemahan orang. Tapi, sadarkah kita ketika membeberkan aib orang, sesungguhnya, mengumbar buruk diri sendiri.
Tapi, kita seringkali lalai, sehingga gemar bergunjing. Tak mengherankan, kita pun bermukim di negeri gosip, negeri yang menjadikan pergunjingan menjadi komoditi. Kita, ironisnya, tak menyadari hal tersebut, bahkan, menjadi bahagian komoditas tersebut.
Tak percaya? Bukalah saluran televisi: di pagi hari, satu stasiun televisi swasta, menjadikan tayangan infotainment --- dengan kata kunci pemandu acara ''gosip... gosip... gosip'' --- sebagai pengantar pemirsa bekerja. Kita menjadikan gosip, misalkan, artis X berselingkuh dengan pengusaha Y, sebagai sarapan pagi. Ah, nikmatnya menjadi pengusaha yang memiliki kekuasaan uang, sehingga dapat berselingkuh dengan artis jelita.
Angan-angan demikian, akankah menawarkan keberkahan ketika pagi dijadikan-Nya sebagai awal mencari rezeki-Nya yang berserakan di muka bumi. Kita pun memulai pagi yang bersih dengan prasangka-prasangka. Prasangka senantiasa menepiskan keberkahan bekerja (jangan-jangan kita jadi lebih banyak bergunjing ketika bekerja).
Di petang hari, ketika keletihan bermuara di rumah, kita kembali disuguhkan tayangan gosip dari berbagai stasiun televisi swasta. Berbagai tayangan infotainment itu bersaing untuk menyuguhkan gosip selebritis. Pengusaha televisi dengan senang hati menyuguhkannya karena, ironisnya, kita menyukainya. Kesukaan publik berarti gemerincing uang di pundi-pundi mereka.
Tapi, siapakah gerangan kita yang gemar bergunjing? Maraknya tayangan semacam itu sesungguhnya menunjukkan siapa diri kita, bahkan, sebagai bangsa. Di luar tayangan infotainment, meloncati gosip kehidupan para selebritis, kita di hari-hari ini keranjingan berkasak-kusuk: pemimpin anu yang memiliki istri hingga sekian, pejabat polan kabar-kabarnya korupsi sekian milyar, atau pemimpin partai politik W diam-diam menggalang kekuatan untuk menjegal Z.
Kasak kusuk demikian seringkali melahirkan prasangka. Islam melarang pemeluknya berprasangka buruk. Mengapa? Prasangka buruk, tak sekadar membuat kegelisahan jiwa, juga menebar fitnah (perpecahan). Tak mengherankan, Allah mendudukkan prasangka demikian sebagai dosa, sekaligus bagi penggunjingnya laiknya memakan daging saudaranya. ...Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?... (QS 49:12)
Begitu berbahaya fitnah, Nabi SAW melukiskan, umatku ini dirahmati Allah dan tidak akan disiksa di akhirat, tetapi siksaan terhadap mereka di dunia berupa fitnah-fitnah, gempa bumi, peperangan dan musibah-musibah (HR. Abu Dawud). Tak sekadar mencerminkan zalimnya fitnah, Hadis tersebut pun menunjukkan betapa 'karib' kehidupan kita di dunia dengan siksaan fitnah.
Nabi SAW pun sempat merasakan perihnya fitnah. Fitnah itu bermula dari tertinggalnya Aisyah dari rombongan Nabi SAW, seusai berperang dengan Bani Musthaliq, pada Syaban 5 H. Istri Nabi SAW sendirian di gurun yang lengang. Sahabat Shafwan ibnu Mu'aththal yang melewati tempat itu menemukan Aisyah sendirian. Ia pun menyuruh ibu kaum Muslim ini menaiki unta dan menuntunnya ke Madinah.
Apa lacur? Tanpa mengetahui duduk perkara, orang-orang yang menyaksikannya, menggunjingkan Aisyah dan Shafwan. Seperti Hadis Nabi tadi, gunjingan itu sempat menggoncangkan, di kalangan kaum Muslim. Akibatnya, Allah menyesalkan kaum Muslim yang tak bersangka baik, bahkan, menganggap perkara yang tak diketahui duduk perkara itu, sebagai hal ringan. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar (QS 24:15). Bahkan, menjanjikan azab yang pedih di dunia dan akhirat, bagi penyulut fitnah tersebut (QS 24:19).
Demi mencegah fitnah, Allah pun tegas memberikan hukum bagi mereka yang menuduh wanita berzina. Yaitu harus mendatangkan empat orang saksi. Bila tak dapat?/Deralah mereka delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik (QS 24:4). Begitu pun Hukum Li'an --- harus bersumpah dengan nama Allah sebanyak empat kali --- bagi suami yang menuduh istrinya serong tanpa bukti.
Dahsyatnya fitnah dan prasangka buruk tak hanya diisyaratkan Alquran. Psikologi di abad ini, mengadopsi kesempurnaan Alquran, mengajarkan prasangka buruk hanya akan melahirkan energi buruk. Jika seseorang senantiasa berpikir buruk, niscaya ia tak sekadar menciptakan energi buruk, tetapi menuai keburukan.
Tak mengherankan, pelatihan seperti Neuro Associative Conditioning (NAC) System, menekankan agar siswanya berpikir dan berprasangka baik. Dengan berpikir dan berprasangka baik, demikian ajaran NAC, akan menciptakan energi positif, bahkan, menciptakan kebaikan.
Dalam bahasa sufi, pendekatan mental demikian, seperti diungkapkan Rumi: perkataan yang baik bagaikan tanaman mawar yang tumbuh di pekarangan. Dengan berkata baik mengenai seseorang, sesungguhnya, perkataan baik itu menjadi pujian bagi orang yang mengucapkannya. Tak mengherankan, para pejalan ruhani memilih membisu, bila tak ada perkara kebaikan yang mesti dibicarakan. Membiasakan hati berdzikir justru menghindarkan perkataan yang buruk.
Bila ilmu psikologi modern seperti NAC, atau bahasa klasik kaum sufi, menganjurkan agar berprasangka baik, mengapa kita masih terlena menggunjingkan keburukan seseorang? Jangan-jangan tayangan infotainment yang menyerbu bilik rumah --- yang sebagian menyebabkan selebritis masygul karena digosipkan --- justru telah menyemprotkan energi buruk di rumah tangga. Kita menganggap ringan gunjingan, sebagaimana tayangan di layar kaca, padahal sesungguhnya masalah besar di sisi-Nya.
( Rudy Harahap)
-----------------------
Sumber : www.Republika.co.id
1 Comments:
Flooding Stops Presses and Broadcasts, So Journalists Turn to the Web
With their offices and presses flooded, news media outlets in New Orleans mostly abandoned ... A morning update on the Web site said The Times-Picayune was evacuating its building in New Orleans and that staff members were heading for Houma, a bayou town about 60 miles to the west.
Mooie blog heb je hier. Ik heb interessante informatie over rente, om te bekijken kijk hier naar
rente .
Post a Comment
<< Home