Kesyukuran Kita
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
BILA kita telaah, sebenarnya banyak hal yang membuat kita menderita bukan karena apa pun, namun lebih karena kurang terampilnya kita dalam mensyukuri nikmat Allah. Pada umumnya, ketika seseorang mendapatkan kenikmatan berupa kedudukan ataupun harta, ia akan merasa bangga dan pamer. Ia tidak memahami bahwa semua itu hanya titipan Allah, bukan miliknya. Tiap hari ia mencuci mobil, tapi untuk berwudhu saja merasa tidak sempat. Orang seperti itu termasuk sangat menderita, sepanjang hari dinaungi nikmat tiada terputus, namun kesyukurannya nol!
Ahli syukur sejati ketika mendapat harta, pangkat, kedudukan, atau gelar, ia hanya berpikir bahwa semuanya adalah karunia Allah. Lalu ia akan berusaha keras menggunakan nikmat itu untuk lebih dekat kepada Allah. Jangan sakit hati dengan gelar yang dimiliki orang, tapi sejauhmana kesyukuran kita menerima nikmat yang telah diterima.
Selain syukur pada Allah, kita juga harus syukur pada manusia. Tanda kesyukuran ketika kita menghargai kebaikan orang lain, termasuk di sini berterimakasih kepada sesama manusia. Hati kita harus yakin bahwa semua nikmat yang kita dapatkan adalah pemberian Allah melalui proses tertentu. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak bersyukur pada Allah siapa yang tidak pandai bersyukur (berterimakasih) kepada manusia." (Al Hadits).
Barangsiapa yang sangat serius bersyukur, maka Allah akan menambah nikmatNya. Misalnya, anak yang tahu balas budi akan berbakti kepada orangtua, maka dia bisa disebut ahli syukur. Berarti anak yang tahu balas budi paling nikmat hidupnya, sebab sikapnya itu Allah akan mendatangkan tambahan nikmat.
Marilah, mulai saat ini kita renungkan tentang seberapa besar bakti kita kepada orangtua dan orang-orang lain yang pernah menjalani jalan kemudahan bagi kita. Kalau mau jujur, mungkin kita seringkali jarang mengenang kebaikan orang, apalagi menyebut-nyebut kebaikannya. Contoh, dalam kehidupan keluarga, antara suami-isteri. Tidak sedikit istri yang melupakan kebaikan suami dan suami juga melupakan kebaikan istri. Kadang yang terlihat hanya kekurangannya saja. Sebenarnya, dengan mengenang kebaikan orang, itu menjadi kenikmatan tersendiri dalam hati.
Orang bersyukur karena anugerah keturunan, maka ia mempunyai kewajiban untuk mendidik anak keturunannya agar dekat dengan Allah. Tidak sedikit orangtua yang tercoreng aib gara-gara kelakuan anaknya sendiri. Dalam hal ini kita jangan cari-cari kesalahan, bisa jadi coreng aib itu muncul karena di masa-masa yang lalu orangtua tidak hati-hati dalam mendidik anak.
Bagi mereka yang memiliki profesi sebagai pendidik, itu merupakan suatu keberuntungan, karena hidupnya menjadi jalan ilmu bagi orang lain. Bukankah salah satu yang akan jadi cahaya di kubur adalah ilmu yang bermanfaat, selain amal jariah dan anak-anak shalih?
Bagi orang yang enggan bersyukur, maka Allah menjanjikan akan merubah nikmat itu menjadi adzab yang pedih. Orang yang tidak pernah bersyukur termasuk golongan orang kufur nikmat, maka ia tidak akan merasakan ketentraman dan manisnya kenikmatan. Na'udzubillahi. Semoga kita terhindar dari sifat yang demikian. Wallahua'lam.***
(am)
-------------
Sumber : Waspada.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home