Rumah Bermasalah!
Dibanding rumah tetangga, rasanya rumah saya selalu lebih banyak masalah. Mulai dari soal telepon, antene TV, listrik sampai WC. Dibanding telepon tetangga, telepon di rumah kami seperti jauh lebih sering mati. Ada saja soalnya, jika tidak karena kabelnya tergesek pepohonan, pasti karena saluran induknya yang rusak. Dan jika pun sang induk itu yang rusak, kenapa ia adalah induk yang di dalamnya terdapat saluran kami. Bukan saluran tetangga kami. Dari sini saja sudah cukup bagi kamu untuk cemburu pada tetangga dan mengutuki nasib sendiri.
Dibanding listrik tetangga, rasanya listrik di rumah kami juga brengsek sekali. Jika adau travo meleduk, sepertinya adalah travo yang sengaja memuat aliran listrik kami, bukan tetangga kami. Dan jika travo itu baik-baik saja, selalu ada saja persoalan dengan sekringnya, dengan elemen tertentu yang karatan sehingga listrik bisa putus nyambung dan hidup-mati tanpa pernah kami mengerti. Hanya teknisi yang bisa menjawabnya. Padahal jika harus bolak-balik mendatangkan teknisi, selain kesal juga malu. Selain malu juga rugi, karena betapapun PLN telah menyediakan servis gratis, tapi orang-orang di lapangan tiu adalah saudara-saudara kami.
Kami tidak ingin tidak menghargai jerih payah mereka. Maka besar atau kecil, kami pasti memberinya tips. Tapi inilah dilemanya, tidak memberi kami tidak tega, berkali-kali memberi kami juga tidak rela. Jadi betapa lelah hidup kami cuma untuk berpikir sola tips ini saja. Dibanding WC tetangga, WC di rumah kami seperti paling cepat penuh. Berulangkali kali kami harus mendatangkan mobil sedot WC ke rumah. Bukan main tertekan perasaan kami ketika saat-saat itu tiba.
Ketika mobil tinja ini bolak-balik datang ke rumah, kami bayangkan cibiran para tetangga dengan ekspresi seperti ini; makanan jenis apa saja sesungguhnya yang menjadi makan keluarga ini sehingga begitu cepat memenuhi WC mereka. Kerakusan seperti apa yang diderita oleh keluarga ini, sehingga saat WC tetangga belum apa-apa, WC keluarga ini telah berulangkali mendatangkan mobil tinja.
Membayangkan cibiran seperti ini, saya menjadi kesal pada diri sendiri. Kesal, karena tak henti-hentinya Tuhan menurunkan cobaan-Nya kepada kami. Tampaknya kecil dan remeh-temeh. Tapi kalau ia mengepung kami setiap kali, pasti akan menumbangkan hidup kami. Tumbang cuma karena berpikir soal WC, pasti sebuah kekalahan hidup yang tidak bermutu.
Soal WC ini, mestinya marah betul saya. Belum genap hitungan bulan kami mendatangkan mobil tinja, tapi kenapa kali ini ia telah bermasalah lagi. Semudah inikah WC celaka ini memenuhi diri? Saya mulai tidak bisa menerima perilakunya. Saya tanyakan kepada para penyedot itu kenapa? Ini pasti bukan soal penuh dan tidak penuh. Ini pasti ada lain perkara. Para teknisi WC itu pun merasa tak enak hati, ketika berulang kali harus datang ke rumah kami dan berkali-kali memungut bayaran yang mestinya belum saatnya mereka pungut kembali. Maka mereka pun mencari dengan serius biang bencana WC kami: benar ada rute tikus yang membuat lubang WC rawan tersumbat. Inilah jawaban kenapa WC kami mampat berkali-kali.
Apakah dengan diketemukan penyebabnya, sudah otomatis usai kemarahan kami? Tidak. Karena yang terjadi kemudian malah gugatan lanjutan. Baiklah, ini cuma soal tikus. Tapi kenapa tikus-tikus itu lebih memilih saluran di WC kami, dan bukan WC tetangga kami. Jadi mau tikus, mau ular biludak, tidak penting. Yang penting adalah mengapa harus selalu kami, dan bukan tetangga kami.
Dan inilah memang pertanyaan khas orang-orang gelap pikir dan frutrasi. Di mata orang yang kalap, persoalan itu selalu ada di luar dan lupa pada kenyataannya sendiri. Bahwa di dalam diri sendiri itu, pasti tidak cuma berisi persoalan, tapi juga berkah-berkah. Tapi karena kegelapan pikir ini, kepekatan lalu menyelimuti sekujur hidup kami, sehingga yang terang benderang cuma persolan kamim, bukan berkah-berkah kami.
Padahal dengan banyaknya persoalan di rumah kami itu, jadi begitu banyak
manusia singgah di dalamnya. Tak ada rumah, setidaknya di RT kami yang begitu
seringnya kedatangan tukang sedot WC, tukang ledeng, tukang listrik, tukang
telepon, seperti rumah kami. Begitu seringnya orang-orang ini bersilaturahmi.
Begitu seringnya mereka memberi pertolongan pada kami, dan begitu sering kami
memberi tips sebagai saran kegembiraan bersama. Betapa sering kami bertukar
manfaat. Makin sering silaturahmi semacam ini berangsung pasti akan membuat
penting kedudukan rumah kami, karena ia akan menjadi pusat sirkulasi manfaat.
Jadi, jika kerusakan pun menjadi pintu manfaat, apalagi yang harus disesali! (Prie GS)
---------------
Sumber : www.suaramerdeka.com
0 Comments:
Post a Comment
<< Home