Serius Dalam Beramal
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
SETIAP ilmu yang kita miliki ternyata tidak akan membawa manfaat, kecuali bila kita sudah mampu mewujudkannya dalam bentuk amal. Rumus kehidupan ini sebenarnya sederhana saja, yakni: seseorang tidak akan mendapatkan sesuatu dari apa yang diinginkan, tetapi dari apa yang bisa ia lakukan. Ya! Hidup ini bagaikan gaung di pegunungan. Apa yang kembali kepada kita tergantung dari apa yang kita bunyikan. Sekiranya menginginkan suatu kebaikan menghampiri kita, maka ia tidak bisa datang hanya dengan cara meminta orang lain berbuat baik. Akan tetapi, terlebih dulu harus melakukan suatu kebaikan kepada orang lain.
Suami yang sibuk menyayangi dan membahagiakan istrinya lahir batin, niscaya akan mendapatkan balasan yang amat mengesankan dari sang istri. Demikian pun kalau istri ingin disayangi dan dibahagiakan suami. Jawabannya hanya satu: barang siapa bisa memuliakan suaminya dengan ikhlas, Allah pun akan melembutkan hati sang suami untuk menyayanginya dengan penuh keikhlasan pula.
Saudaraku, sudah saatnya kita bersungguh-sungguh untuk menata perbaikan diri. Sebab semakin melimpah semangat kita untuk memperbaiki diri, maka pintu kebahagiaan dan kesuksesan akan semakin terbuka lebar di hadapan kita. Tentu saja kita tidak boleh bosan untuk memperbaiki diri, karena ternyata memang itulah syarat awal bagi orang orang yang ingin bahagia dan sukses.
Kesungguhan untuk memperbaiki diri, salah satunya, dapat dilihat dari seberapa seriusnya kita dalam melakukan suatu amal perbuatan atau ikhtiar. Satu kelemahan kita yaitu tidak seimbangnya antara keinginan dengan kesungguhan untuk menyempurnakan ikhtiar. Hal ini harus kita perhatikan sungguh-sungguh. Jadi, bagi siapapun yang ingin betul-betul amalnya maksimal, maka kita harus menikmati dan menyempurnakan sekecil apapun yang kita lakukan. Artinya, bukanlah harus menjadi sempurna, tetapi adanya keinginan kita untuk menyempurnakannya, di situlah bedanya.
Orang yang selalu mengharuskan kesempurnaan itu dilakukan, kemungkinan besar akan mengalami stres dan depresi ketika kesempurnaan itu tidak dia dapatkan. Padahal kita tahu sendiri, bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna, pasti akan selalu ada kekurangannya walaupun minimal.
Sebaliknya, orang yang memiliki keinginan untuk menyempurnakan pekerjaannya, maka dia tidak akan mengalami hal sama. Contohnya, cara menyapu. Bagi orang yang tidak begitu sadar terhadap prestasi dan kualitas diri, dia akan menyembunyikan sampah yang telah disapunya di pojok ruangan lalu ditutupinya agar tidak terlihat orang lain. Berbeda dengan orang yang ingin menyempurnakan setiap amal yang dilakukannya. Dia akan melakukan pekerjaannya sampai selesai, yaitu sampah tersebut dibuang pada tempatnya. Singkat kata, semua proses pekerjaan itu dilakukan dengan benar.
Kita harus belajar untuk menyempurnakan setiap amal yang kita lakukan. Seperti halnya saat kita sedang melakukan keramas. Jika kita malas untuk menyempurnakannya, maka dengan lenggang kangkung kita keluar kamar mandi dengan penampilan rambut yang masih berbusa karena kita malas untuk menyempurnakannya dengan cara membilasnya.
Oleh karena itu, marilah kita bersungguh-sungguh menampilkan ciri keislaman kita. Tentu saja ciri keislaman tidak identik dengan atribut penampilan yang luar, yang tidak terlalu pokok. Mari kita jaga kebersihan lahir dan batin kita dengan sekuat-kuatnya. Jangan melihat kecuali yang berharga. Jangan mendengar kecuali suara-suara yang berharga. Jangan berpikir kecuali memikirkan yang berharga. Jangan pula melangkah kecuali kaki ini dilangkahkan ke tempat-tempat yang berharga dalam pandangan Allah. Cobalah lakukan segalanya dengan niat berharga hanya karena Allah semata.
Semoga Allah SWT, senantiasa mengaruniakan kemampuan kepada kita untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat. Wallaahu a'lam.***
(am)
-------------
Sumber : Waspada.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home