Friday, January 27, 2006

Yang Tersembunyi

''Sejak kecil saya suka membaca buku,'' kata seorang tukang minyak tanah keliling di pinggiran timur Jakarta. ''Buku agama dan filsafat menjadi favoritku,'' sambungnya lagi. Ia sedang bercerita tentang hobi dan filosofi hidupnya kepada seorang mahasiswa kira-kira lima belas tahun lalu. Sambil menaikturunkan selang warna biru yang sudah pekat hitam, pria tukang minyak dorong itu melanjutkan ceritanya.

Meski hidup tidak berkecukupan dan jauh dari gelimang materi, pria itu mengaku memiliki impian besar buat ketiga anaknya: dua lelaki dan satu perempuan. ''Saya ingin mereka tidak seperti bapaknya. Jika Tuhan mengizinkan, mereka harus menjadi 'orang','' tegasnya.

Pria itu pun mendidik ketiga anaknya untuk rajin membaca. Apa saja. Pria itu menyisihkan tabungan dan penghasilannya untuk membeli buku. Kepada anak-anaknya ia menceritakan kisah orang-orang hebat yang ia baca dari maha karya Michael H Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah.

Buku itu ia dapatkan dari seorang pelanggannya yang takjub atas hobi dan pengetahuan pria itu. Ia bisa lancar menjelaskan perdebatan Syiah-Sunni, kemiskinan di negara-negara Islam, dan pengetahuan tentang keislaman. ''Buku yang membuatku senang,'' kata dia masih kepada mahasiswa itu, ''Hidup Sesudah Mati.'' Mahasiswa itu yang memberikan buku itu.

Sekarang, ketiga anak-anaknya telah menjadi 'orang'. Yang satu sarjana ekonomi, anak kedua sarjana pertanian, dan si bungsu sarjana komputer. Sampai pada pertemuan empat tahun lalu, pria itu mengatakan kepada si mahasiswa bahwa berkat membaca buku ia mampu mendidik anak-anaknya. Sekarang mereka senang, dan dia tetap memilih jalan hidup sehari-harinya. ''Hobi membaca membuatku menjadi seperti ini,'' kata Christopher Paolini, penulis Eragon. O ya, dia sudah menyelesaikan bagian kedua dari kisah naganya itu.

Bocah yang pada awalnya senang menyendiri, menyepi di rumahnya yang rimbun, kini menjadi sosok yang beda. Membaca buku membuatnya terdorong untuk membuat buku. Dan sekarang, film tentang cerita naga dan seorang bocah di novel fantasinya itu akan segera keluar. Semuanya diawali dengan membaca. Begitu pengakuan mantan PM Malaysia, Mahathir Mohamad. ''Rasanya, sungguh rugi jika kita tidak membaca, mendidik anak-anak kita untuk tidak membaca, dan membiarkan tangan ini tak bergerak [untuk menulis],'' katanya.

Pria tukang minyak keliling itu sepaham dengan Paolini maupun Mahathir. Rahasia terbesar yang tersembunyi dari hobi mereka itu adalah semangat dan rasa percaya luar biasa tinggi dalam menghadapi kehidupan, sesusah apapun. Pelajaran hebat dalam hidup, kata Mahathir, ketika kita bisa membuat buku, menyampaikan pikiran dalam lipatan-lipatan kertas, dan orang-orang membacanya.

Orang Indonesia mungkin sebagian, karena saya menemukan banyak orang yang gemar membaca dikenal males membaca buku. Seorang dosen komunikasi pernah menyatakan, bangsa ini lebih senang diceritakan daripada membaca. Tapi, kalau melihat si tukang minyak tadi, rasanya teori ini agak melenceng.

Pada sisi lain, mungkin saja benar. Si tukang minyak, misalnya, ketika belum memiliki anak, tak pernah membeli buku. Semua buku yang diperoleh, termasuk yang berbahasa Ingggris, didapatkan dari pemberian orang lain. Rata-rata, beberapa pelanggan yang secara ekonomi memang mampu, yang memberikan buku-buku itu.

Kita tidak bisa menyalahkan asumsi males yang sudah sangat berkembang di sini (tapi kalau melihat toko buku seperti Gramedia dan Gunung Agung yang kerap dipenuhi pengunjung, saya sepertinya semakin tidak yakin dengan asumsi ini). Soal ekonomi tadi, sepertinya, menjadi satu persoalan serius. Pemerintah bisa saja menggerakkan program baca bukuapa saja-- tapi kalau harga buku mahal dan pendapatan rendah, mana bisa.

Banyak anak-anak kurang mampu dan miskin yang ingin mengetahui banyak hal tentang dunia. Mereka ingin memahami apa sih yang dimaksud tata surya, sistemnya, mengapa bumi bulat, dan lain sebagainya. Mereka juga ngiler setiap melihat ensiklopedi anak yang menarik dan mengesankan. Apa mereka harus menunggu kedatangan orang baik seperti yang ditakdirkan kepada pria tukang minyak di atas? Aha, sungguh mengenaskan.

Tentu, kisah pria itu hanya satu kasus dari sekian ribu kejadian yang ada. Tidak semua orang bisa seberuntung dia. Tapi, semua orang bisa membaca buku dan membuatnya jika ada stimulus kuat dari pemegang otoritas. ''Subsidi kertas buku!'' begitu teriak para pegiat buku.


(Elba Damhuri )
---------------------
Sumber :www.Republika.co.id

0 Comments:

Post a Comment

<< Home