Gemar Membantu Sesama
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang selalu bisa membawa manfaat bagi manusia lain. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengukur kesuksesan seseorang dari apa yang dikumpulkannya, melainkan kita bisa melihat pada apa yang distribusikannya. Andaikata orang yang sukses merasa bahwa hanya dirinyalah yang sukses, maka sebenarnya dia telah gagal.
Pujian yang kita dapatkan atas prestasi yang diraih tidak semata-mata adalah dari hasil usaha kita sendiri. Di sana ada kontribusi pihak lain. Misalnya, guru yang telah mengajari kita, orangtua yang telah membimbing dan mendidik kita dari kecil hingga saat ini, rekan-rekan kuliah atau kerja yang selalu ada bersama kita. Dan yang pasti, semuanya tidak akan terwujud tanpa pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.
Dengan demikian, apabila sekarang kita mempunyai rezeki dan ilmu, orientasi kita idealnya adalah mendistribusikan keduanya untuk menguatkan orang lain. Cobalah mulai dari sanak saudara kita dulu. Kita harus mulai memiliki peta tentang keadaan saudara-saudara kita. Karena, untuk apa kita berjaya sementara saudara kita mengemis-ngemis memohon belas kasih pada orang lain. Seharusnya, kitalah yang bisa mendukung mereka, dengan cara mengajari mereka untuk mandiri dan mapan.
Selanjutnya, kita pun harus membuat peta tentang kondisi tetangga. Kita bisa tahu tetangga manakah yang membutuhkan kita. Tetangga manakah yang terpaksa harus menganggur, sudah lanjut usia, atau sakit-sakitan. Sebab, sudah seharusnya kita prihatin, sebagian orang ternyata masih ada yang senang tertawa terbahak-bahak, berhura-hura, dikala sebagian saudara kita benar-benar dalam keadaan sengsara dan nestapa. Demikian juga kita masih banyak melihat orang yang makan berlebihan, bermegah-megah, bermewah-mewah, dalam kemeruahan harta, disaat saudara kita masih banyak yang hanya untuk sekedar mencari sesuap nasi saja begitu sulit.
Saudara-saudaraku, bencana kekurang pekaan terhadap penderitan orang lain inilah pertanda bencana matinya hati nurani. Na'udzubillahi min dzaliq.
Nah saudaraku, barangsiapa yang saat ini tengah diberi nikmat berupa keluasan rezeki, mari kita asah nurani. Buat program untuk memberdayakan saudara-saudara kita. Mulai dari saudara terdekat, kemudian tetangga, lalu teman sekantor, atau orang yang hanya kenal selewat pun kalau memang ternyata membutuhkan, kita bantu.
Membekali mereka dengan keahlian-keahlian tertentu agar bisa hidup mandiri dan mapan, tidak akan membuat kita rugi. Perhatikan, jika kita membantu orang lain dan kemudian orang tersebut membantu saudaranya, maka akan terjadi kemajuan yang merata. Orang yang membantu maupun yang dibantu sama-sama memiliki kesempatan untuk bangkit. Dari sana, ketimpangan sosial, insya Allah, sebenarnya akan semakin menipis. Melejit dan berhasil sendirian tidaklah enak. Kita membutuhkan orang lain dalam meraih prestasi hidup.
Kadang-kadang kita merasa berat mengeluarkan apa yang telah kita dapatkan. Padahal bisa jadi apa yang kita keluarkan untuk membantu orang lain itu adalah rezeki kita. Menolong orang adalah rezeki kita (!). Sebab rezeki tidak selalu harus berbentuk uang. Menolong orang lain agar mampu menafkahi anak dan istrinya juga merupakan rezeki. Membantu anak tetangga agar bisa sekolah dan berhasil di masa mendatang juga adalah rezeki.
Upaya memberdayakan umat harus dilakukan secara berkesinambungan. Inilah yang kita harapkan. Seorang atasan membantu karyawannya. Demikian juga sebaliknya. Sebuah keluarga membantu keluarga lainnya untuk bangkit dari kesulitan ekonomi. Seorang teman membantu sahabatnya yang sedang dilanda kesedihan, dan lain sebagainya. Setiap orang membantu orang lain. Inilah yang akan memunculkan kebersamaan.
Kendati demikian, apa yang kita dapatkan harus dinafkahkan dengan benar dan proporsional. Dahulukan kewajiban, misalnya menafkahi keluarga. Sebab inti dari semua ini adalah menjadi kebaikan bagi kita semua.
Tujuan membantu orang lain pun harus menjadi kebaikan bagi kedua belah pihak. Kadangkala upaya menolong sesama berbuah perselisihan. Si penolong merasa orang tersebut perlu ditolong. Sementara orang itu merasa tidak membutuhkan pertolongan sama sekali. Kemudian muncul sebuah penilaian, bahwa orang itu merasa gengsi untuk ditolong. Padahal belum tentu demikian.
Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa, "Allah akan selalu menolong hamba-Nya sepanjang seorang hamba itu gemar menolong saudaranya." Oleh karena itu, jika kita ingin mendapat pertolongan Allah, maka kita harus menanamkan dalam diri kita untuk gemar menolong orang lain. Makin banyak orang yang tertolong, makin sukseslah kita. Satu hal yang harus digaris bawahi bahwa pada hakikatnya, Allah-lah yang telah menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan, sedangkan kita hanyalah dijadikan jalan bagi terwujudnya pertolongan itu.
Mulai saat ini, kita harus berjuang dengan gigih untuk membantu saudara-saudara kita dan itulah satu tanda kesuksesan kita. Kita bisa memberi inisiatif, membangkitkan semangat orang lain untuk berkarya, memfasilitasi orang-orang yang potensial dalam suatu bidang, atau membantu orang lain untuk lebih maju, bahagia, dan sejahtera. Wallahu a'lam bishshawaab.***
(am)
--------------
Sumber : Waspada.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home