Monday, January 17, 2005

Indah Kedamaian

Oleh KH. Abdullah Gymnastiar

SEMOGA Allah yang Mengenggam langit dan bumi, membuka pintu hati kita semua agar dapat memahami hikmah dibalik kejadian apapun yang menimpa dan semoga Allah membimbing kita untuk bisa menyikapi kejadian apapun dengan sikap terbaik dan bijaksana.

Saudaraku yang paling kita butuhkan di negeri ini adalah kedamaian. Mengapa? Sebab alam negeri kita ini sangat kaya. Akan tetapi, semua itu tidak bisa kita kelola jikalau waktu kita habis hanya untuk bertengkar. Jangankan sebuah negeri, dalam rumah tangga pun demikian. Rumah yang kita bangun dengan megah, dilengkapi kamar mewah dengan kasur yang empuk, serta aksesoris yang mahal, tidak akan ternikmati andaikata suami dan istri sibuk bertengkar. Tidak akan bahagia jika orangtua dan anak selalu bertengkar. Di tempat kerja pun demikian, jika karyawan dan direksi atau manajemen gemar bertengkar, tentu suasana kerja tidak akan nyaman. Coba kita renungkan! Apa yang bisa kita peroleh dari pertengkaran?

Oleh karena itu, kita harus berbuat banyak untuk mencapai kedamaian, kalau tidak damai tidak ada yang bisa dinikmati. Semua serba tidak nyaman, bekerja tegang, sekolah tegang, di jalan tegang, guru was-was, orangtua pun merasa cemas saat melepas anaknya.

Lantas apa yang harus kita lakukan untuk meminimalisir konflik? Saya mencatat setidaknya ada empat hal yang harus kita lakukan. Pertama, kita harus belajar bijak terhadap kelebihan dan kekurangan orang lain. Tidak setiap orang berbuat salah. Ada yang salah karena tidak tahu itu salah, ada yang tahu itu salah tapi dia belum sanggup menghindar, ada yang salah karena terpaksa, ada yang salah karena memang sering bikin kesalahan, dan sebagainya.

Kedua, kalau kita ingin mudah bergaul dengan orang lain kita harus senang mengingat kebaikan dan berani mengakui kelebihan orang lain. Misalnya, ketika seorang anak marah kepada ibunya, cobalah untuk menuliskan kekurangan ibu, setelah selesai cobalah untuk menuliskan kebaikannya. Dari sana si anak akan mendapatkan bahwa sejak di dalam kandungan ia sangat menyusahkan ibunya. Sembilan bulan diperut ibu membuat ibunya sulit berdiri, berbaring sakit, berjalan berat, ketika melahirkan bersimbah darah di sudut antara hidup dan mati, ketika bayi kita dijaga dan diberi ASI. Sepanjang hari, sepanjang malam ibu senantiasa menungu, ketika kita pipis dan mengenai baju ibu, ibu kita tetap rela. Ketika kita tidur, seakan tidak boleh ada satu nyamuk pun yang menyentuh tubuh kita. Semakin banyak kebaikan yang kita pikirkan Insya Allah akan membuat hati ini semakin lunak. Sebaliknya, semakin banyak keburukan yang kita kumpulkan maka dendam kesumat semakin menjadi.

Ketiga, kita harus mulai untuk melupakan jasa dan kebaikan diri. Sebab semakin kita ingin dihargai, semakin kita ingin dihormati, semakin kita ingin dipuji, maka kita akan semakin sering sakit hati. Dan itu hanya akan menyengsarakan kita. Dengan demikian, lupakanlah keinginan-keinginan dipuji, dihormati, atau merasa diri paling berjasa. Allah Maha Melihat, ketika kita semakin merasa berjasa maka hati akan menjadi "sakit". Sadarilah, pujian manusia itu kecil nilainya. Tetapi pujian Allah-lah yang kekal dan mulia di dunia serta akhirat

Saya teringat akan nasehat Bung Hatta, beliau pernah mengatakan, jadilah seperti garam dilautan, asin terasa tapi tidak kelihatan, jangan seperti gincu kelihatan tapi tidak terasa, kita harus memulai berbuat sesuatu seperti beton, mengokohkan tanpa harus kelihatan, seperti jantung, siang malam kerja tanpa kelihatan. Yakinlah, kita tidak akan sukses kalau tiap kelompok ingin menonjolkan diri, pemilu yang akan datang sebaiknya partai jangan sibuk menonjolkan diri tapi menonjolkan kebersamaan Insya Allah akan berbuah kesuksesan.

Dan keempat, marilah kita sibuk melihat kekurangan diri sendiri sebelum melihat kekurangan orang lain. Sehebat apapun perkataan kita, tidak akan ada harganya kalau kita tidak memperbaiki diri. Langkah perbaikan diri akan membawa kita menuju pribadi yang bisa di suri tauladani. Bayangkan, jika setiap individu sibuk memperbaiki diri, Subhanallah, tentu akan tercipta tatanan keluarga, masyarakat, dan negara yang baik pula. Semoga hari demi hari menjadi tahapan langkah kita menuju perbaikan diri.

Oleh karena itu sekarang kita jangan terlalu banyak memikirkan orang lain yang berubah sampai tidak ada waktu untuk merubah diri. Jangan menyuruh orang lain, sebelum menyuruh diri sendiri, jangan melarang orang lain sebelum melarang diri sendiri. Sebab yang disuruh memiliki mata, telinga, dan pikiran. Setiap orang yang berbeda antara perkataan dan perbuatan akan jatuh wibawanya. Sebaliknya, walaupun kita tidak berkata tetapi kalau kita gigih memperbaiki diri itu sudah berdampak sudah banyak. Wallahu a'lam.***
(am)
-------------
Sumber : Waspada.co.id

0 Comments:

Post a Comment

<< Home