Kiat Menjadi Unggul
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
Sahabatku yang baik, jika kita salah dalam memilih teman, salah dalam memilih lingkungan, salah dalam memilih sistem, berarti kita telah salah dalam memilih masa depan. Sebab bergaul dengan mental akan kebawa mental, bergaul dengan santri akan kebawa nyantri, begitulah. Maka, carilah lingkungan atau sistem yang baik, yang dapat mengontrol tata nilai kehidupan kita menjadi lebih baik. Berdaya Saing Positip, kiat menjadi unggul yang harus kita memiliki adalah naluri berdaya saing positip. Dalam setiap kesempatan dan lingkungan, kita harus memiliki naluri berdaya saing positip. Kalau tidak pasti kita akan berat menghadapi hidup ini. Suatu Majalah pernah memberitakan bahwa dalam beberapa trahun lagi universitas-universitas luar negeri; Oxford, Harvard, UCLA, Stanford dan Universitas beken lainnya, akan masuk ke Indonesia. Kenyataan ini, membuat miris beberapa perguruan tinggi. Sikap ini nampaknya dipicu oleh kenyataan adanya kesenjangan kualitas PT dalam negeri dan PT luar negeri.
Bagi PT dalam negeri yang tidak memiliki mental berdaya saing positip, ketika Perguruan Tinggi semacam Universitas Stanford masuk, misalnya, akan membuat mereka menjadi panik, kalang kabut, karena takut kesaingan. Melihat sesuatu yang sama atau yang lebih darinya, maka akan dianggap sebagai sebuah ancaman yang seolah-olah akan menghancurkannya. Namun bagi yang memiliki mental bersaing secara positip, hal itu justru akan ditanggapi dengan senang hati, seolah-olah dia mendapat sparing patner yang akan memacunya lebih berkualitas lagi. "Sebab bagi mereka yang tidak diberi pesaing, kadang-kadang tidak membuat mereka maju" demikian kata seorang pakar. Pepatah mengatakan bahwa, lebih baik jadi juara dua diantara para juara umum, daripada jadi juara satu dari yang lemah, atau juara utama dari yang terbodoh. Karena yang terpenting bukan jadi juaranya, tapi bagaimana kita memompa kemampuan optimal dalam hidup. Lebih baik juara diantara para juara daripada juara diantara yang kalah. Tidak usah risau bila kita jadi juara dua kalau lawan-lawan kita adalah lawan yang tangguh. Makanya, saya sangat keberatan pada sikap kita terhadap etnis Cina atau Tionghoa. Misal, dengan menghina dan mencacinya. Sangat pasti dengan menghina itu tidak akan menyelesaikan masalah, tidak akan menambah keunggulan, dan kemampuan kita. Tapi, cobalah renungkan ! Kenapa dia hidup keduniaannya dapat begitu sukses. Ingatlah bahwa Allah yang menakdirkan mereka (etnis Tionghoa.) ada di Indonesia dengan peran utamanya adalah untuk men-triger, memacu, dan mendorong kita untuk dapat hidup lebih dari mereka.
Majunya bisnis etnis Cina yang menguasai perekonomian Indonesia saat ini, bagi pendengki yang muncul adalah keki, sebel, dan iri hati. Dan nampaknya, dia baru bisa sebel, dongkol, keki, dan tidak bisa bersaing. Sikap ini meperlihatkan kelemahan dan kebodohan sendiri. Sahabat Nabi SAW, Zaid bin Sabith itu belajar tulis menulisnya dari seorang Yahudi. Dalam sebuah hadis pula Rasulullah bersabda, "Carilah ilmu sampai ke negeri Cina". Jadi, harusnya justru kita belajar kepada mereka, bagaimana mereka bisa sampai sukses seperti itu. Harus mau belajar kepada yang lebih dari kita, walai ia non muslim sekalipun. Yang penting adalah bagaimana nanti mengemasnya menjadi sebuah ilmu yang bernuansa Islam, sesuai dengan tuntunan syariat. Sahabat-sahabat sekalian, janganlah suka sebel melihat bintang kelas, justru pelajari bagaimana ia bisa jadi bintang kelas dan harus mampu dan menekadkan diri untuk dapat lebih baik dari dia. Jadi, orang-orang yang suka iri hati, sebel, dongkol kepada prestasi orang lain, biasanya tidak akan unggul. Berani bersaing secara sehat dan positip adalah kunci menuju gerbang kesuksesan.Wallahu a'lam.
(am)
-------------
Sumber : Waspada.co.id
0 Comments:
Post a Comment
<< Home